Khalila Butik Hijab Syar'i

Tuesday, July 24, 2012

Silau Membutakan



Mengagumkan.

Segala yang terang kadang berubah menyilaukan.

Terkadang harus sedikit menyipitkan pandangan agar semuanya benar-benar terang.

Karena, ternyata kegelapan bukanlah satu-satunya alasan yang membutakan,

tapi juga karena SILAU yang keterlaluan.

Dan sejuta alasan mengapa semuanya harus berakhir

dengan kekecewaaan yang absurd, sulit di jelaskan.

Mungkin juga sulit diterima.

***
Bila terlalu dini menyimpulkan

Aku takut tak dapat mengambil langkah yang bijak

Bila terlalu lama menyimpulkan

Kurasa tiada keputusan akhir yang paling benar

Maka,

Sewajarnya bersikap adalah langkah teratur yang menentukan...



Ruang hati, 24 Juli 2012 20:01

Tuesday, July 17, 2012

Seberkas Senyum Sahabat

image by google

Ya Allah, hari ini aku bahagia memandang wajah-wajah teduh... 

dan bertemu orang-orang yang kurindukan,

kembali tersenyum kepadaku...
meski baru sedikit senyum yang mampu ku bagi...
baru sedikit waktu yang ku luangkan untuk bertemu dan berbagi..
entah karena egois,
atau perjalanan waktu yang kian bergulir cepat seiring beratnya menghadapi hidup ini..
mungkin, aku tersenyum.
mungkin aku tertawa...
karena hanya itu yang mampu menyirnakan segala beban yang ada.
aku bicara, aku berkarya, dan apresiasi kalian begitu berharga.
Aku hanya ingin hidup bagi yang Maha menghidupkan.
Aku juga ingin hidup di antara kalian, sebagai penyemangat terbesar.
Salah satu hal terbaik, adalah perjumpaan dengan kalian...hingga kelak di Syurga-Nya.
Amien.



For all my best friends, I proud to you all.... Thanks for everything, every moment, and when I meet you... 



Monday, July 16, 2012

Dekat dengan yang Shalih

Bismillahirrahmanirrahiim....

O my Lord! expand me my breast; Ease my task for me; And remove the impediment from my speech, So they may understand what I say
[20:25-28]
Rabbish rahli sadri wa yas-sir li amri wahloul uqdatam mil-lisaani yafqahu qawli


Dari sekian banyak doa yang di-ijabah oleh Allah, ada doa yang paling dapat saya rasakan betul manfaatnya. Bahwa jika kita terus yakin akan kekuatan doa maka kun fayakuun-terjadi maka terjadilah. Doa saya adalah agar saya selalu di dekatkan dengan orang-orang shalih. Betul-betul doa tersebut dijawab dengan sedemikian indahnya. Menurut obat hati yang lima perkara itu, salah satu penawarnya adalah berkumpul dengan orang shalih. Maka, itulah doa yang senantiasa saya panjatkan agar dalam hidup, minimal saya selalu berjalan di antara mereka. Harapannya, saya bisa berada di barisan mereka jua,amiin....

Saya mengenal begitu banyak orang. Sangat kompleks bila diuraikan. Berbagai macam jenis manusia dengan segala macam karakter yang berwarna.... lengkap dengan kebaikan dan kekurangannya. Kekurangan tentulah milik seluruh makhluk-Nya. Namun segala kebaikan yang ada harus di apresiasi sebaik mungkin agar kebaikan itu senantiasa membumi. Saya banyak bertemu dengan orang-orang yang luar biasa. Baik dari segi kepribadian, keilmuan, akhlak, pengetahuan, juga pengalaman. Tiap detik dari pertemuan adalah kesempatan yang sayang untuk di lewatkan. Haruslah dimanfaatkan sebaik mungkin untuk sebanyak-banyaknya belajar.

Mendengar nasihat, bertanya tentang ilmu yang belum kita ketahui, ikut mencicip pengalaman hidup melalui cerita-cerita mereka, adalah hal yang sangat berharga bagi saya. Tanpa mereka, hidup jadi lempeng... tanpa dinamika. Saya bertemu banyak ustadz, ustadzah, yang memiliki tingkat keshalihan yang luar biasa. Juga dalam keilmuannya. Saya juga bertemu banyak teman yang brsemangat dan penuh dengan ide-ide segar, serta orang-orang besar dengan sederet prestasi dan pengalaman. Bertemu orang-orang hebat dalam kacamata saya, bahkan saya belajar keikhlasan dari seorang tukang parkir. Saya benar-benar bersyukur... bersyukur tiada hentinya.

Jika mengutip sedikit nasihat dari mas Ippho 'Right' Ssantosa, bahwa dalam berteman itu jangan pilih-pilih. Yang kaya, yang miskin.. semua jadikan teman. Jangan hanya berteman dengan si kaya saja, atau si miskin saja. Semua jadikan teman. Namun ingat, bertemanlah dengan siapa saja... tapi mengambil sahabat dekat sejeli-jelinya. Begitu pula dalam Al Qur'an di sebutkan. Harus bisa memilah. Memilah, bukan berarti pilih-pilih. Betemanlah dengan siapa saja, tapi sekiranya membawa madharat...kita perlu waspada. Karena keburukan itu menular. Juga karena memilih yang baik itu wajib. Kita harus punya filter untuk lebih peka. Benteng utama adalah iman.

Oleh karna itu, senantiasa berada di antara orang-orang shalih memiliki keutamaan. Yaitu dapat pula menjaga keimanan dalam kondisi yang stabil. Di jauhkan dari bermaksiat... dan di naungi cahaya keimanan karena selalu dekat dengan Rabb-nya. Law of attraction masih berlaku di sini. Jadi, jika ingin dekat dengan orang shalih, perbaiki akhlak kita dulu. Tapi sudah baik atau belum baik, tetaplah berdekatan dengan orang shalih itu. Jangan malah minder, merasa tak pantas, atau malah mencela mereka. Bersyukurlah, doakan mereka, dan berdoalah agar suatu saat dapat mengamalkan ilmu agama layaknya yang telah mereka lakukan. Tiada lagi keraguan untuk senantiasa berbuat kebaikan di dunia, sebagai bekal menuju negeri akhirat. Mengikuti jejak-jejak mereka yang senantiasa berjalan di jalan-Nya.

image by google
Seorang yang berteman dengan penjual minyak wanngi, minimal kita ikut kecipratan wanginya. Sebaliknya, berteman dengan pandai besi, pasti minimal kecipratan apinya. Maka, teruslah berbuat baik dan berdoa untuk menjadi pribadi yang shalih-shalihah. Doakan orang shalih di seluruh dunia, karena mereka adalah perindu-perindu syurga. Dan yang di rindukan syurga.  Semoga Allah memuliakan mereka, dari lubuk hati yang paling dalam... jujur saya ingin menjadi muslimah yang shalihah. Memulainya dengan niat berproses menuju deal yaitu kaffah. Karena kaffah adalah cita-cita seluruh perindu syurga. Semoga kelak dikumpulkan di jannah-Nya. Amiin ya Rabb..

Untuk kerinduan sebuah pertemuan, doa rabithah senantiasa di lafalkan.

Semoga tulisan ini menjadi bagian dari doa, bagi saya dan seluruh pembacanya. Amin.

Ruang hati, 16 Juli 2012 22:01 pm.

Sunday, July 15, 2012

Sakit menjalar ke otak!

image by google

Betul sekali statement dari teman saya bebrapa waktu yang lalu, kalau sakit gigi itu sakitnya bisa menjalar sampai ke otak. Sekitar pukul 21.00 malam hingga 01.30 pagi, saya merasakan sakit gigi (karena berlubang sudah sampai ke pulpa) menyebabkan rasa pening luar biasa pada bagian kepala sebelah kiri. Maklum, yang sakit kebetulan yang bagian atas, agak bengkak. Tapi, geraham yang bawah tak kalah sakit juga dengan alasan yang sama. Rasanya mirip sakit kepala akibat migrain. Tapi, rasanya itu.. dahsyat menggelegar. Rambut seperti ditarik pake katrol aja. Benar-benar menyiksa lahir bathin.

Sekitar pukul 00.30 saya terbangun lagi setlah sempt terlelap karena kecapean nangis dan tetap merasakan sakit yang luar biasa. Kebetulan saudari saya yang akhir-akhir ini juga mengalami gangguan kesehatan gigi, juga lagi kehabisan obat. Dan apa daya... tak sebutir-pun persediaan obat sakit gigi di rumah. Ya Rabb.. Tersiksa lahir bathin untuk yang kedua. Saya coba oles sana-sini pake minyak kayu putih, sambil di urut.. berharap ototnya sedikit longgar dan sakitnya mereda. Tidak begitu signifikan.

Oke, akhirnya saya ambil langkah penanganan. Saya hanya berpikir untuk menghilangkan sisa-sisa makanan yang mungkin masih tertinggal dan membersihkan area mulut saya dari segala macam bakteri. Saya menyikat gigi kemudian melanjutkannya dengan berkumur memakai obat kumur antiseptik yang saya punya. Dan..

Alhamdulillah...
Sakitnya mereda. Saya dapat berfikir lebih jernih. Saya buka lappy, coba mncari info segala macam tentang masalah gigi berlubang. Dan saya cukup terhibur. banyak sekali masukan dan ilmu pengetahuan baru seputar gigi berlubang dan penangannya. Salah satu web yang saya apresiasi adalah web Muslim Dentist milik Dokter ustad  I Putu Arya Ramadhan. Bersyukur akhirnya saya bisa beroleh ilmu baru dan mengatasi rasa sakit yang saya alami.

Semoga setelah ini saya dapat lebih menjaga kesehatan tubuh saya... Karena kesehatan itu mahal harganya. Sebagai muslim harus dapat menjaga amanah yang Allah beri, dengan merawat asset kesehatan bagi seluruh organ tubuh kita, yang sempurna dalam penciptaan-Nya.

Selamat beristirahat. Selamat tinggal sakit (yang rasanya sempat) menjalar sampai ke otak!

Ruang hati, 16 Juli 2012 3:28 am

*mencoba hidup lebih sehat

Saturday, July 14, 2012

Amanah adalah Anugerah


"Jika Anda ingin lebih menghargai sebuah penerimaan, maka belajarlah untuk tahu rasanya  jika ditolak"

Hehe, barangkali itu hikmah yang saya dapat. Ketika saya lagi gencar2nya berusaha mengirimkan karya-karya saya (berupa tulisan ke berbagai media) ternyata saya belajar untuk berlapang dada. Memang baru kali itu merasakan sensasinya bagaimana sebuah karya 'di tolak' oleh media. Biasanya, hanya menunggu sekitar 1-3 bulan baru kita menyerah bahwa media tersebut belum dapat memuat artikel/tulisan kita di sana. Seringnya tanpa pembritahuan. Wajar.

Namun, menerima balasan email penolakan sehari setelah saya sent email tersebut, jujur baru pertama. Hehehe. 

Di balik itu semua, saya merasa bersyukur, senang, agak shock jujur..hehe namun juga haru. Saya senang karena tulisan saya dikembalikan dengan berbagai saran yang membangun. Itulah yang saya butuhkan. Kalau saya bebas menge-post apa saja yang saya tulis ke media blog/notes, kadang saya juga harus mengoreksi...tulisan mana yang layak tampil atau tidak. Manfaat atau tidak. Bahasa sudah baik atau masih kaku menggurui? Semoga ke depan saya dapat menyajikan tulisan-tulisan yang baik, bermanfaat dan lebih berkualitas. Amiin.

Dan inilah tulisan yang tertolak itu... Semoga bermanfaat bagi pembaca blog saya...

image by google



Amanah adalah Anugerah

 “Amanah adalah anugerah. Semangat menjalankan amanah, semoga kita senantiasa menjadi orang yang amanah.”

Bukan untuk diminta, tapi ketika itu datang kepada kita ada keutamaan untuk sebisa mungkin tidak menolaknnya. Itulah amanah. Apabila itu telah diterima, maka kewajiban kita untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Itu pula sikap yang harus dimiliki para pemegang amanah. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Adakalanya kita sibuk berkelit, mengatakan saya tak bisa, saya tak mampu. Padahal belum mencoba.

Seringkali kita takut dan ragu, bukannya tak mampu terlebih lagi karena tidak mau. Kita takut, bukan takut kepada Allah. Tapi takut waktu kita berkurang, takut menjadi pusat perhatian dan dikatakan riya’. Padahal jika seperti demikian, sesungguhnya benih-benih ujub itu sudah bersemi tanpa sadar. Na’udzubillah. Apakah lantas para pemegang amanah itu adalah golongan orang-orang yang ujub, riya’ dan mencari sensasi belaka? Tentu saja bukan.

Rasulullah SAW adalah teladan terbaik bagi seluruh umatnya. Dengan bekal kecerdasan yang dimilikinya, beliau hadir sebagai orang yang dapat dipercaya. Disaat semua gelap mata, tak mampu memecahkan permasalahan dengan fikiran yang jernih. Kehadirannya memberikan solusi terbaik, siapakah yang paling berhak menaruh Hajar Aswad ke tempatnya semula? Kemudian beliau bentangkan sorbannya, ia perintahkan untuk setiap kabilah memegang ujung-ujungnya. Agar semuanya adil, dan tiada yang merasa paling unggul karenanya. Maka gelar Al-Amin pun senantiasa melekat padanya. Ya, seorang yang dapat dipercaya. Itulah hebatnya orang yang amanah.

Marilah sejenak kita renungkan, tiap detik hidup kita adalah amanah yang kelak dimintai pertanggungjawabannya. Allah menganugerahkan kita hidup di dunia, dan menghadiahkan waktu yang sama. Apakah kita berhasil menggunakan waktu dengan baik, atau kita lalai? Bahkan amanah yang satu ini kita anggap tak penting. Maka dari itu, dibutuhkan manajemen waktu yang baik untuk mengaturnya, bagaimana menyusun skala prioritas apa yang akan kita kerjakan. Aset waktu yang kita miliki selayaknya dapat kita pergunakan dengan kegiatan-kegiatan yang produktif. Kita manfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka menjalankan amanah.

Allah tidak hendak membebani hidup kita diluar batas kemampuan yang dimiliki hamba-Nya. Namun, apakah kita telah berusaha untuk menjalankan dengan maksimal segala sesuatu yang menjadi kewajiban kita? Yang wajib saja masih tercecer, apalagi yang sunnah. Begitulah pendapat kebanyakan. Bukankah sunnah itu akan menyempurnakan yang wajib meski tak dapat menggantikannya? Ah, mudahnya kita membuat ribuan alasan untuk mengelak. Dari situ saja dapat kita lihat kualitas diri kita dalam mengemban suatu amanah. Belum lagi menginjak ke PR-PR besar selanjutnya, menyiapan diri sebagai generasi umat terbaik. Jadi, sudahkah kita memiliki kualitas diri yang pantas membuat diri kita mendapatkan sebuah amanah? Wallahua’lam bi ash-shawab.

Friday, July 13, 2012

Yang Terjal, Lebih Baik Dilalui

image by fastnetonline

Bismillah...

Terkadang hidup ini bagaikan balap mobil on the road.
Terjal...
Berliku,
Namun, tindakan terbaik kita adalah...
Melaluinya!
Mengapa?
Karena, dengan begitu kita semakin memahami mengapa kita hidup.
Mengapa kita harus berjuang untuk hidup.
Dan tak lagi bertanya, kenapa ada jalan yang mulus.
Ya, karena dengan adanya jalan yang mulus...
ada jalan yang 'tampak' terjal.
Yang tampak terjal itu, baru terasa terjal kalau kita melaluinya.
Bukan lantas menghindarinya atau hanya menyebutnya terjal.
Kita meminta petunjuk jalan yang lurus, bukan yang mulus.
Yang lurus itu tidak selalu mulus. Karena Allah telah menyebutkan dalam firmannya..
Tidaklah seorang muslim beriman sebelum Ia mengujinya....
Jadi,
Jalan yang terjal, lebih baik dilalui saja.

Ruang hati, 14 Juli 2012
10:18 am

Ganti Diri




Bismillahirrahmanirrahiim...

“Setiap pertemuan selalu menimbulkan kesan yang mendalam akan sebuah kerinduan pada hati yang saling terpaut, segalanya terasa hangat dengan nuansa tawa dan tangis haru. Lewat cerita yang mengalir sebagai bagian episode kehidupan seorang manusia. Sebagai bagian ikhtiar untuk menambah jatah menghirup aroma dunia, dan meraih kunci-kunci pembuka rizki yang Ia janjikan. Begitulah cara saya memaknai: silaturahim.”–khalila_indriana

Memaknai sebuah pertemuan, setiap manusia memiliki cara sendiri-sendiri untuk mewujudkan apa yang disebut silaturahim. Yakni sebagai bentuk hablum minan-naas, hubungan antar manusia. Dewasa ini berbagai macam gadget tentu sangatlah mempermudah lalu lintas komunikasi yang tiada terbatas oleh jarak dan waktu. Dengan berbagai kesibukan yang ada, memaksa kita tiada pilihan lain untuk menggunakan dengan sebaik-baiknya. Sekedar mengucap salam atau menanyakan kabar, bahagia rasanya ada yang memperhatikan. Maka akan terjalinlah silaturahim yang tak terputus.

Andil besar bagaimana agar selalu terjalin silaturahim adalah kesadaran pribadi bahwa kita tak hidup sendiri. Ada orang lain yang ada di sekeliling kita. Kita hidup membutuhkan peran orang lain, orang lainpun tentu sebaliknya. Baguslah jika kesadaran masing-masing untuk memulai, terus menyambung silaturahim. Bayangkan jika kita berfikir hal yang sama, “Nanti-nanti sajalah aku tanyakan kabarnya, paling dia lagi sibuk”, “Nunggu dia nanyain duluan deh, sungkan mau nyapa duluan” atau “Ah ngapain nanya kabar duluan, orang dia aja gak pernah sms.” Sesulit itukah untuk sekedar menyapa saudara kita terlebih dahulu? Saya rasa hanya karena terlalu menuruti ego semata.


Satu kali pertemuan, berharap akan ada pertemuan berikutnya. Karena dalam setiap pertemuan adalah suatu rangkaian skenario dari-Nya. Tiada selembarpun daun yang gugur yang luput dari pengawasan-Nya. Tak satupun pertemuan (silaturahim) tanpa Allah menjadi saksinya. Maka hanya berharap keridhoan dan keberkahan-Nya lah yang senantiasa kita panjatkan. Dapatkah kita menjadikan setiap pertemuan dengan saudara kita terasa hangat, akrab, dan berkesan? Dapatkah kita menjamu tamu kita dengan perjamuan terbaik yang sanggup kita suguhkan?

Niat yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula. Asalkan dengan cara-cara yang baik pula. Silaturahim, mungkin menjadi suatu amalan yang ringan namun berat bagi timbangan amal baik kelak di yaumul mizan. Apabila kita mau menjalaninya dengan ikhlas, insyaAllah akan selalu ada keberkahan dalam setiap pertemuan. Selalu tingkatkan kualitas dalam setiap pertemuan. Jangan sampai silaturahim hanya diisi dengan ghibah, becanda-becanda yang kurang berfaedah, atau hanya sekedar bertemu tak jelas tujuan. Bertukar pengalaman, berbicara tentang ilmu, berbagi informasi, atau saling bertanya kabar tentu akan lebih manfaat dan mempererat persaudaraan kita.

Jarang silaturahim, hati jadi terasa kering. Jiwa jadi dahaga, seperti ada yang kurang dalam perjalanan hidup kita. Bisa jadi kita sibuk pada banyak hal. Bisa jadi setiap orang, dewasa ini juga merasakan hal yang sama. Merasa tak punya banyak waktu luang. Mari kita ubah paradigma kita. Dari silaturahim jika ada waktu luang, menjadi meluangkan waktu untuk bersilaturahim. Nah, sudah mulai terasa bedanya?

Menjadi pribadi yang baru setiap harinya, menjadikan hidup lebih bermakna. Bertemu orang yang berbeda dan suasana yang berbeda pula, tentu akan lebih menambah kekayaan inspirasi, makin banyak ilmu yang di gali serta mempererat hubungan antar sesama. Alangkah berwarna hidup ini. Kita tetaplah menjadi pribadi yang sama, dengan segala kelebihan dan kekurangan kita. Namun menjadi sosok yang unik bagi setiap orang yang berbeda, dalam setiap pertemuan dengan mereka. Makin kita memahami, bahwasanya Allah memang menciptakan setiap makhluknya sangat berbeda-beda. Namun, manusia khususnya telah diciptakan dengan sebaik-baik bentuk. Yang mana dapat kita lihat, dapat kita rasakan dalam keseharian. Perbanyaklah syukur atasnya.

Akan ada berkah dalam setiap pertemuan, sudahkah silaturahim menjadi salah satu hal yang paling kita rindukan? Wallahua’lam bi ash-shawab.

Pejuang pena, berjihad dengan ilmu lewat goresan tintanya.

Ketika si Jahil Menyapa Seorang Muslimah (Part-2)


image by google

Bismillahirrahmanirrahiim...

Jika ingin membaca tulisan ini lebih lanjut, ada baiknya anda baca baik-baik Part 1 terlebih dahulu, ya. Biar nyambung, biar tidak salah pemahaman. Okey, kita lanjut pembahasannya...

Jika seorang muslimah dapat bersikap dengan baik dalam menanggapi perlakuan si jahil, tentunya akan sesuai dengan sikap seharusnya seorang muslimah yang shalihah. Namun tak jarang malah ironi yang terjadi. Sebenarnya, siapa sih yang ingin diperlakukan tak sopan oleh orang lain? Jika begitu, coba koreksi ulang. Jangan serta merta menyalahkan si ‘penggoda’ tadi. Mungkin ada yang salah dalam langkah gerak para muslimah ini, niat yang kurang lurus misalnya. Atau benih-benih ujub yang bersemi dalam hati. “Wah, kalau aku lewat depan mereka, gimana ya?” atau “Jilbabku sudah matching sama warna bajuku belum, ya?” Nah lo, padahal belum tentu ada yang memandang. Hehehe.

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman 31:18)

Siapkah kita menampilkan sikap yang baik setiap saat dalam kehidupan kita? Adakah senyum itu senantiasa menghiasi wajah kita? Akhlak adalah sesuatu yang tidak hanya terjadi secara alamiah. Akhlak yang baik itu perlu pembiasaan yang dilakukan secara kontinyu. Menjadi muslim-muslimah yang kaffah, harus melalui proses yang panjang. Jika kita berfikir untuk langsung menjadi sosok yang menawan, tapi mengapa seringkali lupa pada prosesnya. Kadang langkah terhenti karena ragu, bisakah saya menjadi orang baik? Mampukah saya menjadi hamba Allah yang taat? Dan seterusnya. Ketahuilah, sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Namun, kita hidup untuk berproses menuju kaffah.


“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai” (QS. Luqman 31:19)

Lewat depan siapapun tak peduli itu orang penting atau bukan, kewajibannya adalah bersikap sopan, santun dan sederhana. Tidak akan membuat kita merasa lebih penting atau merasa terhina dari sebelumnya. Kalau mau berlenggak-lenggok, bukankah  itu sudah ada tempatnyaIngat, dunia ini diciptakan bukn hanya sebagai catwalk bagi manusia yang punya setitik kesombongan dalam hatinya. Jalan yang kita lewati bukanlah red carpet yang setiap gerak kita akan disorot dan dikomentari. Meski terkadang fakta di dunia, manusia itu hobinya saling melempar komentar. Yang benar jadi ghibah, yang salah jadilah fitnah.

Seorang muslimah itu, seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Ada yang berpendapat bahwa suara juga menjadi salah satunya. Itulah mengapa dalam ayat di atas kita dianjurkan untuk melunakkan suara. Tak pantas lah, seorang wanita mengumbar suaranya yang aduhai merdunya. Dibuat mendayu-dayu agar terdengar menggoda. Apalagi untuk berteriak-teriak, bisa kiamat dunia. Kecuali mempertegas suara untuk menebar salam/ilmu atau disimak bacaan al-Qur’an-nya.

Nah, kalau sudah begitu maka kewajiban kita tinggal menyelaraskan sikap dan perilaku kita masing-masing. Tiap akhlak satu orang muslim/muslimah adalah cerminan akhlak saudara sesama muslim lainnya. Bahkan, jika ingin mengetahui akhlak seseorang, lihatlah/tanyakan pada orang yang ada di dekatnya. Maka berhati-hati dalam bertindak untuk selalu dalam kebaikan maka akan ikut menjaga kehormatan identitas muslim yang kita sandang.

Janganlah berlaku egois, “Biarin aja gue masih kayak gini, apa urusannya lo ama gue. Gak ngaruh kali...”. Eits, bisa jadi kita adalah biang persepsi miring yang sering kita dengar tentang image seorang muslim. Huhu, padahal satu sisi banyak juga yang mati-matian mempertahankan dirinya untuk senantiasa berlaku yang baik dalam setiap langkah geraknya. Cerminan atau gambaran sosok seorang muslim, yang pertama dilihat adalah penampilannya (penampilan akan menunjukkan perhatiannya pada apa-apa yang ia kenakan), lalu tutur kata, kemudian sikapnya. Keseluruhan dari itu semua akan menunjukkan akhlak dan hatinya.

“Laa tahqiranna minal ma’rufi syaian-wa lau an-talqa akhaaka bi wajhin thalqin...”
Dari abu Dzar ia berkata, Nabi bersabda kepadaku: “Janganlah engkau meremehkan suatu kebaikan apapun, walaupun engkau bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.” (HR.  Muslim)
Lalu, apa susahnya menjadi pribadi yang lebih ramah? Apalagi itu merupakan hal yang bernilai kebaikan. Adakah kita masih berat untuk ‘sekedar’ berucap salam dan melemparkan senyuman terbaik kita pada saudara kita yang muslim? Sungguh tak terbayang, keberkahan doa yang di-ijabah ketika sesama muslim saling mendoakan. Maka, masukan khususnya bagi para muslimah, menjadi muslimah yang disenangi oleh banyak orang atau tidak adalah sebuah pilihan.
Banyak yang berkata dirimu shalihah, maka buktikanlah bahwa mereka benar. Kalau di sapa agakbeda saja sudah salah tingkah, disapa jahil malah berbalas sumpah serapah takkan ada lagi ketenangan yang harusnya kita tunjukkan. Satu kali keburukan yang engkau semai, image seorang muslimah yang tak baik bukan hanya akan ditujukan padamu. Tapi akan tersemat di tiap dahi setiap muslimah di manapun berada. Right?

“Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tesesat di jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang bersabar.” (QS. An-Nahl 16: 125-126)
Selama ada cara yang terbaik untuk menghadapi hal yang tak baik, maka tempuhlah jalan itu. Membalasnya? Bolehkah demikian? Boleh saja... Tapi, coba deh difikir-fikir lagi klo mau balas kejahatan dengan kejahatan. Kata Muhammad Assad, dalam bukunya Notes From Qatar 2, hal itu cuma bakal jadi dendam berkepanjangan. Maka, selalu berbuat baiklah kepada siapapun. Bahkan kepada orang yang telah berbuat jahat kepada kita. Jika kita mau mengamalkan ayat di atas, maka kita akan menjadi insan yang luar biasa. Meski orang lain berbuat aniaya pada kita, dengan segera kita berlapang hati untuk memaafkannya. Tetaplah berbuat baik kepadanya. Lalu kita bersabar atasnya. Toh, kita balas atau tidak... ada Allah yang akan membalas mereka setara dengan perbuatannya. Siapkah kita menjadi pribadi yang demikian?

Sedikit pesan-pesan nih. Buat yang suka jahil atau temennya yang hobi jahil seperti dalam cerita, masihkah punya alasan untuk menjahili para muslimah? Tolong segera berbenah diri ya, soalnya kadang muslimah-muslimah itu sebenarnya tak punya banyak waktu untuk kalian. Beneran deh. Oh ya, jangan lupa baca notes ini, mulai part 1 lalu lanjut part 2. Hehehe. Bagi para muslimah, mari belajar menjadi cerminan sosok muslimah yang sebenarnya. Amalkan tiap-tiap ilmu yang kita dapat, yang nantinya menjadi ciri/identitas muslimah yang rahmatan lil ‘alamin. Bukan yang sembarangan bisa digodain. Okey!

Terakhir, sebenarnya masih banyak yang dapat kita uraikan mengenai hal ini. Apalagi pembahasan ini kaitannya terjadi dalam keseharian kita. Sungguh, ini hanya lintasan pemikiran saya yang mungkin baru dapat saya uraikan secara dangkal. Mungkin ada sisi ego saya sebagai seorang muslimah. Namun saya berusaha memandang dari sisi objektifitas, berdasarkan fakta dan menyelaraskannya dengan al-Qur’an dan Sunnah. Memandang dari banyak sisi, selalu membuat saya belajar. Apa yang saya anggap benar,tentunya masih ada yang Maha Benar.

Wallahua’lam bi ash-shawab.

Pejuang pena, berjihad dengan ilmu lewat goresan tintanya.

Ketika si Jahil Menyapa Seorang Muslimah (Part 1)


image by google

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al-Furqon 25:63)

Teringat sebuah cerita yang pernah saya baca saat duduk di bangku SMA. Cerita yang patut disimak dan diambil hikmahnya. Berikut sekilas cerita tersebut, dengan penuturan kata-kata saya sendiri (fiksi) tanpa mengurangi isi cerita yang terkandung di dalamnya.

 Ada seorang anak cewek SMA bernama Zahra, muslimah tapi belum berjilbab. Ia terkenal tomboi dan lebih suka bergaul dengan teman-temannya yang putera. Suatu hari ia tengah asyik nongkrong bersama gank-nya itu, di salah satu sudut sekolahnya. Kebetulan tempat tersebut juga merupakan satu-satunya jalan akses ke mushola sekolah. Mereka bercanda ngalor-ngidul dan tertawa-tawa sejak tadi. Tak peduli adzan dzuhur yang tengah bergema dari TOA mushola,.. bahkan tak satupun yang berniat bergeming memenuhi panggilan-Nya.

Sejurus kemudian ia melihat beberapa gerombolan anak-anak putri yang nampak bergegas menuju ke arah mushola. Aha! Ia mengenalinya, mereka adalah para jilbaber aktivis ROHIS (Kerohanian Islam) yang terkenal alim ulama’ di sekolah mereka. Dengan segala ke-iseng-an yang ia miliki, terbersit ide untuk sedikit menggoda mereka. Beberapa langkah setelah muslimah-muslimah itu melintas, Zahra memekik dengan lantang.

“Assalamungalaikuuuuumm. Hihihi.... Ssst... Jama’aaaaah, ooh.... jama’aaah.... kayaknya barusan ada pasukan ninja lewat ya?? Hahahahaha....” sontak tawa bergemuruh memenuhi lorong tersebut. Ada yang terpingkal-pingkal setelah mendengar kalimat Zahra. Dengan tawa kepuasan, Zahra berkali-kali melayangkan toast ke udara ke arah teman-temannya.

Awalnya Zahra berfikir rombongan muslimah yang entah siapapun namanya kerap di panggil ‘Ukhti’ itu, akan diam saja. Atau paling banter mereka akan marah atas kelakuannya. Tanpa diduga, salah satu ukhti itu berhenti dalam langkahnya. Zahra kaget, bersiap-siap kena semprot akibat ucapannya barusan. Si ukhti berbalik menengok ke belakang, tepat mengarah ke wajah Zahra dan.... criiingg! Senyum tersungging manis, melengkung bak pelangi terbalik di wajah teduh si ukhti. Ya, mbak-mbak ROHIS itu. Semua terdiam, termasuk Zahra.

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakaatuh.. Mari ukhti, kita sholat Dzuhur berjamaah di mushola...” katanya santun dan kembali tersenyum. Kemudian ia melanjutkan melenggang ke mushola, takut ketingggalan rakaat pertama. Cesss......... Zahra terpana bukan buatan. Ia belum sempat berfikir lebih jauh. Andaikata ia di bandara, tentu ia akan ikut penerbangan pertama dan menyuruh pak pilot membawanya kemana saja. Kalau bisa, keluar angkasa. Sungguh, niat ingin mempermalukan ukhti-ukhti berjilbab tadi, telak membuatnya malu dihadapan temen-temannya. Malu kepada si ukhti. Terlebih lagi, ia malu kepada Allah. Bukan kata-kata yang kasar yang seharusnya pantas ia terima, tapi jawaban salam super komplit dan ajakan sholat yang keluar darinya. Tak ketinggalan senyum super ramah ikut menghiasi wajahnya yang terbingkai jilbab. Sungguh, ia menyesali perbuatannya tadi.

Belakangan terdengar kabar, Zahra yang tomboi kini berubah 180 derajat. Atas kesadarannya sendiri, ia mulai mengenakan hijab dan ikut aktif dalam agenda-agenda kegiatan ROHIS sekolahnya. Ia tak lagi nongkrong bareng ana-anak cowok. Ia juga telah meminta maaf kepada si ukhti yang sempat menjadi korban kejahilannya. Malah, ia banyak mendapat masukan dan dukungan darinya. Sungguh indah dan mendamaikan.

***
Banyak hikmah bertebaran yang dapat kita petik dari cerita di atas. Namun, di sini saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal. Terlebih hubungannya dengan ayat yang saya singgung di awal tulisan.
Berdasarkan pengalaman pribadi sang penulis, kejadian ‘digodain’ saat melintas di depan anakcowok (apalagi kita yang lewat kebetulan adalah seorang muslimah berjilbab) menimbulkan beberapa respon yang menarik untuk diungkap. Entah apa motif yang sebenarnya mendorong mereka untuk melontarkan salam, namun lebih mirip bernada ‘siulan’. Karena, seringnya diikuti tawa-tawa yang kurang mengenakkan bagi si penerima salam. Bukan sebuah salam yang tulus, dengan tujuan mendoakan saudaranya sesama muslim. Sungguh sangat disayangkan, doa yang berbalur kurang lurusnya niat jadi tak berarti karna tak faham dalam memaknai sebuah ucapan salam.

Masih bagus jika yang di ucapkan adalah sebuah salam. Belum lagi kalimat-kalimat lain semisal, tiba-tiba beristighfar (emangnya ngelihat setan? Atau gak kuat, takut dosa gara-gara gak bisa ghadul bashar, kali ya? Hehe.. Wallahua’lam). Atau yang terbaru nih, menirukan gaya ustad Maulana yang khas, yaitu menyapa jama’aaah... Kreatif sekali kan? Ada-ada saja. Sebenarnya tidak buruk apa yang mereka ucapkan. Daripada sebuah siulan atau panggilan menggoda seperti yang kerap dilontarkan pada cewek seksi, yang lewat di depan cowok-cowok itu. Tapi tak lebih baik jika tetap saja niatnya tidak hanya sekedar menyapa melainkan niatan yang buruk.

“Allah tidak menyukai ucapan yang buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (QS. an-Nisa’ 4:148-149)

Apakah seorang yang dalam berpenampilan secara fisik telah memenuhi syarat ‘tidak mengganggu’ pandangan orang lain, masih pantas diperlakukan tidak sopan? Terutama terhadap muslimah. Tentu akan menimbukan berbagai pertanyaan besar. Memang, penampilan apalagi dihadapan manusia tak lebih penting daripada pandangan Allah kepada kita. Namun, menjadi sangat mencengangkan jika penampilan seorang muslimah menjadikan bahan olok-olokan. Terlepas bagaimana akhlaknya, setidaknya memuliakan seorang wanita tentu lebih utama. Bahkan, sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah.

Katakanlah kepada wanita beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka....dst” (QS.  An-Nur 24:30)

Memakai pakaian yang sesuai syari’at, memiliki beberapa tujuan antara lain agar mudah dikenali dan tidak diganggu. Jika sudah berusaha berpakaian yang sesuai dan masih diganggu, lalu apalagi yang harus dilakukan? Sungguh jaman sudah benar-benar makin dekat dengan kiamat rupanya.

Sampai disini kita sudah banyak memandang respon dari sisi lelakinya. Lalu bagaimana tanggapan seorang muslimah itu sendiri ketika mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan tersebut? Apakah seperti siap si Ukhti dalam kisah diatas? Hm, tunggu dulu.

Pembahasan berikut, insyaAllah kita sambung di part 2. Mungkin ada tanggapan dari pembaca sekalian? Boleh, share at comment ya.. Mohon maaf jika ada salah kata.
Wallahua’lam bi ash-shawab.

Pejuang pena, berjihad dengan ilmu lewat goresan tintanya.

Tuesday, May 29th 2012

Re Post: Cinta: Dari Hati, Turun ke Becak!


Artikel berikut adalah repost artikel kedua saya yang di muat di Koran PONOROGO POS di rubrik Berita Opini.
Alhamdulillah, semoga makin manfaat untuk pembaca sekalian.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
source photos by google

Oleh: Khona Indriana

Mahasiswi Semester 4 Fakultas Ekonomi EP 2010 Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Kelap-kelip lampu di kota, terbayang oleh kita suasana kota besar yang penuh gemerlap oleh cahaya lampu yang menawan. Tak ubahnya kota metropolitan seperti Jakarta atau Surabaya, kota Ponorogo masa kini mulai semarak dengan hiasan lampu di sana-sini. Namun, nampak sesuatu yang berbeda. Pasalnya, bukannya dari gedung-gedung maupun pertokoan lampu-lampu tersebut terpancar. Tapi taukah anda,ternyata lampu hias dari sebuah becak! Masyarakat mengenalnya sebagai “Becak Cinta”. Ya, inilah salah satu fenomena yang kini tengah hangat menjadi tranding topic diperbincangkan masyarakat Ponorogo. Becak unik dengan hiasan lampu warna-warni ini, dapat kita jumpai berseliweran di seputaran alon-alon kota sebagai lokasi operasinya.
Becak merupakan salah satu alat transportasi yang...

Re Post: Sederhana dalam Berfikir, Kreatif dalam Bertindak!


Alhamdulillah, artikel saya ini dimuat di koran lokal Ponorogo Post, Kamis 17 Mei 2012.
Semoga makin bermanfaat.
*********************************************************************************


image by google

Oleh: Khona Indriana*
*Mahasiswi Semester 4 Fakultas Ekonomi Jur.EP 2010 Universitas Muhammadiyah Ponorogo


“..tinggalkanlah gengsi, hidup berawal dari mimpi.. tentukan yang tinggi, agar semua terjadi...”
Kalimat diatas adalah sepenggal dari lirik lagu Bondan Prakoso, salah satu lagu yang menginspirasi saya untuk tulisan ini. Ketika mengulang menyanyikan-nya, rasanya bagai mendapat suntikan energi dan semangat baru. Ya, hidup itu berawal dari mimpi. Hingga sekarang ini saya sangat sepakat mengenai hal itu. Tetapi yang perlu diingat adalah,mimpi yang dimaksud bukan mimpi sebagai bunga tidur melainkan mimpi ketika kita terjaga, itulah sebenarnya yang dapat disebut sebagai ‘impian’.
Impian ibarat sebuah visi, di mana butuh tindakan (action) yang mengiringi sebagai misi untuk mencapai impian tersebut. Tanpa tindakan, hanya akan membeku menjadi angan-angan belaka. Mengapa impian harus ditetapkan? Agar...

Memecah Batu Menjadi Kerikil

image by google

“Batu-batu besar itu harus segera dipecahkan. Menjadi kerikil yang lebih kecil ukurannya. Agar dapat segera disusun di jalanan berlubang, kemudian di aspal, agar menjadi jalanan yang mulus.”

Seperti halnya sebuah masalah. Terkadang jalan hidup kita di dunia tak selalu mulus. Banyaknya problematika yang harus dihadapi, baik itu dari masalah yang kecil hingga masalah yang besar. Jika masalah ibarat batu yang besar, maka masalah tersebut harus segera di pilah-pilah agar lebih sederhana dan semakin mudah menghadapinya.

Terkadang kita sibuk mengeluh beratnya hidup dengan berbagai masalah. Dalam al-Qur’an Allah berfirman yang artinya, ”Allah tidak akan membebani seseorang dengan ujian melainkan sekadar dengan kesanggupannya.” Allah tidak hendak menyulitkan hidup manusia. Bahkan tujuan manusia di ciptakan oleh Allah adalah untuk dimuliakan. Seringkali, kita berfokus pada masalah itu sendiri, padahal hal tersebut akan semakin memperparah keadaan. Maka, apa yang sebenarnya harus kita lakukan?

Pertama, mengingat Allah. Ketahuilah, bahwa segala masalah  adalah bentuk perhatian Allah kepada kita. Itu adalah bukti Allah sedang memperhatikan kita. Allah berfirman”Apakah mereka mengira tidak akan datang ujian kepada mereka setelah mereka mengatakan ‘saya telah beriman’.” Maka, berbahagialah bagi yang sedang dirundung masalah, Allah sedang menunjukkan kasih sayangnya pada kita! Jangan sampai kita terlena, hidup tanpa masalah belum tentu selamanya baik bagi kita. Jangan-jangan itu karena Allah tiada menginginkan agar kita agar lebih dekat dengan-Nya. Na’udzubillah.

Kedua, memilah-milah masalah. Pandailah memilah masalah yang tengah kita hadapi. Kita mungkin merasa berat dengan beban masalah yang di pikul. Namun kita masih bisa membagi-baginya menurut tingkat kesulitan yang ada. Lalu ‘menjinjiing’nya, niscaya akan lebih ringan. Berusaha menyelesaikannya satu persatu. Hendaklah bersikap bijak dan fokus untuk mencari solusi. Bukan berfokus pada masalahnya.

Ketigatidak menyalahkan orang lain. Kebanyakan dari sifat manusia adalah suka menyalahkan orang lain. Tak peduli siapa yang bersalah, manusia cenderung berfikir negatif pada orang-orang di sekitarnya. Menganggap tindakannya yang paling benar, merasa oarang lain yang harus bertanggungjawab pada masalah yang menimpa diri kita. Padahal, setiap perbuatan sekecil yang kita lakukan pasti ada balasannya. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita petik. Tak ada asap jika tiada api. Jadi, belajarlah untuk introspeksi diri. Kita koreksi apa yang salah dalam tindakan kita, sebelum menyalahkan orang lain. Apalagi menggugat takdir Allah. Mintalah petunjuk dari Allah SWT.

KeempatsabarInnallaha ma’a shaabiriinAllah senantiasa bersama orang-orang yang sabar. Masalah tetaplah sebuah masalah, tergantung bagaimana menyikapinya. Apakah dengan emosi atau dengan kepala yang dingin. Keunggulan seorang muslim adalah apabila ia diberi rezeki olah Allah,maka ia bersyukur. Dan apabila ia di timpakan masalah, maka ia bersabar. Dan keduanya adalah sama baiknya. Karena, baginya masalah adalah rezeki juga. Seperti yang di sebutkan di atas, bahwa Allah sedang memperhatikan kita. Allah memberi kesempatan pada kita untuk ‘naik kelas’ tingkat keimanan kita. Subhanallah.

Kelima, sekaligus yang terakhir adalah tawakkal. Ya, tawakkal adalah menyerahkan segala urusan kembali kepada Allah SWT. Tiada hak dalam diri kita untuk menentukan yang terbaik bagi diri kita, menurut prasangka kita sendiri. Namun ketahuilah bahwa Allah itu, menurut persangkaan hambanya. “Boleh jadi engkau tidak menyukai apa yang Allah putuskan kepadamu, padahal itu yang terbaik bagimu. Dan Apa-apa yang menurutmu baik, belum tentu yang terbaik di mata Allah.” Tugas kita hanyalah berikhtiar untuk meraih takdir yang terbaik bagi diri kita. Sedangkan, Allah-lah yang Maha Menentukan. Ingat, menerima takdir adalah salah satu tanda keimanan seorang muslim.

Jadi, tetaplah bersikap positif dalam menghadapi masalah. Bagaimana cara kita menghadapi masalah akan menunjukkan kedewasaan kita dalam bersikap. Seperti batu besar yang telah berubah menjadi kerikil, kita siap menyusunnya pada jalan berlubang, membuatnya rata dan enak untuk kita lewati. Masalah besar kita pilah, diolah dan menyusunnya menjadi kekuatan yang akan memuluskan jalan kita dalam meraih keridhoan Allah Ta’ala. Ingat akan janji Allah dalam surah Al-Insyirah,”Bersama kesulitan, ada kemudahan. Dan bersama kesulitan ada kemudahan.” Jadi, bersama (bukan setelah) kesulitan itu hadir, datang pula pertolongan Allah (kemudahan). Tiada yang lebih indah dari memandang masalah layaknya pelangi yang menghiasi hidup kita. Seperti kepingan puzzle yang harus tetap di susun pada tempatnya. Selamat memecahkan batu menjadi kerikil ya!


Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Pagi menyapa,
Saturday, May 5th 2012

PS: Untuk yang lagi galau-galau banyak masalah, ayo... sederhanakan yang rumit. Jangan memperumit yang sederhana. Semoga bermanfaat...