Khalila Butik Hijab Syar'i

Wednesday, December 10, 2014

Mencuci Kenangan dengan Benar

"Saya yakin, setiap orang punya hak untuk mengerti cara mencuci kenangan dengan benar..."
-bukan iklan unilever

Hehehe. Kata-kata di atas cukup ngetren akhir2 ini, baca aja kayak di iklan cuci-tangannya  unilever. Cuman diplesetin dikit.

Banyak kenangan yang ingin saya 'cuci' dari otak saya, entah itu kenangan buruk, mimpi yang tak tercapai (karena momennya dah terlewat), rasa kecewa yang mendalam, dan sebagainya. Saya ingin menghilangan hal-hal negatif yang ada di pikiran saya. Termasuk kenangan masa lalu yang menyakitkan. Saya pernah bilang ke sosial media, saya mungkin sudah memaafkan orang-orang yang pernah membully saya sewaktu kelas empat SD, namun saya mungkin tidak akan bisa melupakannya.

Bagaimana? Padahal itu kenangan yang buruk, lebih buruk dari masa sulit saya yang kelaparan saat masih kecil. Lebih buruk dari kenangan bentakan-bentakan yang terucap di rumah saat saya masih belia. Semua kenangan buruk yang pernah terjadi dalam hidup saya, jujur saya ingin berdamai dengan itu semua.

Saya hanya ingin menjalani hari ini dengan sebaik-baiknya. Masa-masa yang mungkin takkan terulang lagi di masa depan, karena saya yakin akan janji Allah. Saya percaya segala harapan, impian dan doa saya suatu saat akan terwujud. Menjalani kehidupan impian saya. Saya hanya ingin fokus dengan segala hal baik yang dapat saya lakukan. Untuk meraih impian masa depan yang saya inginkan. Namun, saya selalu kembalikan semuanya pada Allah Yang Mahamenggenggam Segala Urusan. Saya lebih banyak berpasrah diri dan yakin akan takdir terbaik darinya.

Hidup, Jodoh, Rezeki, Mati, semua Allah yang atur. Tinggal kita ikhtiar, ikhtiar, bersyukur dan berdoa untuk meraih predikat terbaik di sisiNya.

Mungkin, beberapa saat yang lalu, saya masih menjadi manusia egois. Manusia yang hanya ingin enaknya aja, tanpa mau berusaha melaksanakan segala yang diperintahkanNya. Namun beruntung, saya segera sadar, tidak ada pencapaian tanpa perjuangan. Termasuk perjuangan untuk melupakan kenangan buruk dalam memori saya. Penerimaan, memaafkan, menatap masa depan.

Allah, bantu aku menjadi pribadi yang lebih baik. Jadikanlah segala langkahku sebagai catatan amal baik di sisiMu. Allah, hanya padaMu kuserahkan hidup dan matiku. Engkau yang Mahamendengar segala doa hambamu....

Dini hari, 11 Desember 2014
Menjadi pribadi yang lebih berkualitas, pasti bisa.

Sunday, December 7, 2014

Menabung Karya, Menabung Pahala

"Impian terdekat saya 2 tahun kedepan adalah menulis 10 judul buku, baik diterbitkan penerbit major, indie, maupun selfpublishing. Lalu bergerak menjadi writerpreneur. Doakan ya!"
-khalila indriana

Sebentar, saya gak lagi mau nyombong atau apa ya. Kayaknya songong banget mau nulis buku sebanyak itu dalam waktu dua tahun!

Ini bukan perkara sombong bin pongah bin sok, tapi pengen aja punya impian di akhir 2014 ini. Saya gak tahu ini bakal terealisasi atau enggak. Itu hanya sekedar reminder buat diri sendiri. Setidaknya ada impian yang ingin saya kejar.

Menulis buku bukan perkara nantinya bikin saya tenar atau enggak, tapi lebih pada tanggung jawab saya sebagai pembelajar yang harusnya tidak pelit berbagi ilmu sesedikit apapun yang saya miliki. Saya tidak boleh jadi orang yang egois, yang hanya memndam ilmu dan berhenti manfaatnya hanya pada diri saya sendiri.

Suatu sore saya berjalan-jalan di toko buku bersama saudari kembar saya. Tercetuslah ide untuk menjadikan buku sebagai investasi di masa depan, bahkan investasi di akhirat. Menabung karya (buku) dan menabung pahala, istilahnya. Setelah menulis dua buku (satu buku motivasi dan satu buku antologi), saya memiliki keyakinan inilah jalan yang Allah berikan kepada saya untuk berkarya.

Saya bertemu dengan dua sahabat saya, mbak Indar (owner Unique Boutique) dan mas Imam (owner Diamond). Keduanya mengatakan hal yang intinya sama, "Tekuni saja jika itu memang yang kamu bisa. Pasti suatu saat akan menghasilkan". Intinya seperti itu. Harus memanfaatkan kemampuan yang ada untuk meraih kesuksesan. Tidak usah lagi mencari-cari yang tidak ada, itu namanya mengada-ada!

Saya semakin yakin dan mantap memilih jalan ini. Menulis, selain jalan untuk berbagi ilmu, insyaAllah sebagai ladang penghasilan (passive income) bagi saya di masa mendatang. Semoga nantinya akan ada hasil yang bisa saya raih di jalan ini. Doakan ya!

P.S.: Per tanggal 1 Desember 2014 saya resmi menjadi freelancer, penulis konten jurnalistik di Fimadani (news.fimadani.com). Alhamdulillah, doa saya tentang 'bekerja bisa di mana saja termasuk di rumah sekalipun tetap dapat menghasilkan' akhirnya terjawab. Doakan (lagi) ya, bisa konsisten di media ini. Gak jauh-jauh dari menulis, bedanya sekarang dituntut lebih professional lagi.

Penasaran gimana ceritanya bisa gabung dengan Fimadani? Sengkapnya akan saya ceritakan di postingan selanjutnya.

Sunday, November 16, 2014

Learning by Doing

Flashback.
Tau gak sih, dulu saya itu pendiam sekali. Pendiam, kalau bicara suaranya kecil, sampai-sampai ada yang pernah bilang harus majuin telinganya dulu baru bisa dengerin suara saya. Ya, begitulah saya. Pendiam dalam arti sebenarnya, bukan cuma pendiam saat tidur seperti pendapat kebanyakan orang. Jangankan bicara di depan umum, bicara pada diri sendiri saja aku sulit #eh.

Tak pernah membayangkan jika suatu hari saya harus berdiri di hadapan audience yang lumayan banyak (ehm). Paling banter harus presentasi tugas saat sekolah atau kuliah di depan teman-teman sekelas yang cuman 6 gelintir plus dosen itu. Apalagi dulu lumayan aktif di kegiatan OSIS dan ROHIS, tapi pemain belakang panggung alias gak tampil-tampil. Bahkan pernah ditegur secara langsung sama ketua osisnya saat itu (yang kebetulan juga cewek), "Mbok ya kalau ngomong itu suaranya dikerasin dikit." Ah, ya sudahlah. Saya memang pendiam kala itu, saya akui.

Tapi, belakangan keterampilan public speaking ini, menjadi keterampilan yang gak bisa saya tawar lagi untuk saya kuasai. Saya sempet mikir, bisa gak yaa... berani gak ya... Jawabannya: Harus bisa, harus berani!

Cerita dikit ya,
Sabtu, dapat undangan dari adik-adik ROHIS SMADA, almamater saya dulu. Diminta buat mengisi acara bedah buku (walau pada akhirnya saya lebih enjoy menyebutnya sharing kepenulisan) bareng Indriani Taslim dan Amah Hida Cakep.

Ahad, dapat undangan dari teman-teman KSEI SCORE U untuk mengisi materi Pengenalan FoSSEI dan KSEI SCORE U pada Diklat Ekonomi Islam (DEI). Masih bareng Indriani Taslim dan Fery Setiawan.

Bener kata Mbak Hida, penguasaan keterampilan public speaking hanya masalah jam terbang. Semakin banyak kita melakukan, semakin banyak pengalaman. Setiap kali kita melakukan, ada hal yang bisa kita pelajari, kita jadikan bahan evaluasi. Learning by doing. Belajar sambil melakukan, karena apa? Pengalaman adalah guru yang terbaik bukan? Seperti menulis gitu deh, butuh 1000 kata perhari kalau mau tulisan kita makin baik dari hari ke hari. Sama seperti menulis, public speaking is a skill.

Siapa sangka, anak yang dulu selalu malu kalau harus tampil di depan umum. Anak yang selalu grogi kalau diajak ngomong orang yang dianggapnya lebih keren, lebih pinter, lebih oke. Anak yang selalu meminta mulut orang lain sebagai perpanjangan mulut untuk menyuarakan pendapatnya. Anak yang suka tidak pede karena bicaranya tidak jelas di telinga orang lain. Anak yang tidak punya taji/keberanian karena merasa kurang dalam segala hal alias kelebihan.

Kini, anak itu harus memberanikan diri untuk memegang mic, menatap ke depan dengan dagu terangkat, menyapukan pandangan ke puluhan bahkan ratusan audience yang ada di depannya. Mengerahkan segala kemampuannya, ilmu yang dikuasainya, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di luar perkiraannya. Anak yang suaranya nyaris didengarkan semua orang yang hadir. Mendengarkan. Menyimak. Ingin tahu.

Sungguh, ini tak terbayangkan oleh anak itu. Saya, saya yang dulunya bukan siapa-siapa. Bukan orang yang perlu diperhatikan ataupun kata-katanya didengar. Saya yang sedang belajar dengan cara saya sendiri. Saya yang tidak tahu sampai kapan Allah mengijinkan saya berkesempatan belajar dengan cara melakukan seperti saat ini. Saya bukan siapa-siapa, saya hanya orang yang sedang belajar berbagi dengan orang lain dengan cara saya sendiri.

Selama kesempatan itu masih ada, saya akan berusaha. Teringat pesan Ustad Felix dalam ceramahnya,
"Umar bin Khattab ra. pernah menyampaikan pesan untuk kita:
Maksiat itu, mudah dan tidak lelah ketika melakukan. Tapi, nikmatnya sementara dan dosanya tetap. Berbuat baik itu, memang melelahkan. Tapi, lelahnya hanya sementara dan pahalanya tetap. Paling lelahnya cuman sampai kematian datang.
Jadi, jangan gadaikan kenikmatan yang sementara itu dengan sesuatu keburukan yang kekal. Namun, tukarlah lelah yang sementara untuk berbuat kebaikan di dunia dengan suatu kenikmatan yang kekal di akhirat yaitu syurga."
 
Terimakasih ya Alloh atas segala kesempatan ini. Seperti menemukan oase, dalam kegersangan mencari jati diri. Mungkin benar, waktu tak menunggu kita sempurna untuk berbuat kebaikan, sekecil apapun. Waktu memberi kita kesempatan untuk berbuat baik yang suatu saat membuat kita mendekati kesempurnaan. Menggapai cita-cita tertinggi kita di dunia, khusnul khatimah.

Semoga, semoga, semoga Allah kabulkan segala cita-cita. Terimakasih kepercayaannya.

P.S. : Makasih... browniesnya manis, semanis kenanganku tentang pengalaman ini. :)

Friday, November 14, 2014

Menjalani Hidup

Ada salah seorang temanku mengupdate statusnya, pasca kelulusan.

Pertanyaan 'menyebalkan' setelah "kapan wisuda?" adalah apalagi kalau bukan masalah itu.

Maksudnya, apalagi kalau bukan pertanyaan kapan nikah? Haha, ada terbersit kegetiran ketika mendengar kata-kata temanku tersebut. Mungkin saja benar, bukan hanya dia yang mendapat pertanyaan itu. Aku contohnya. Kalau boleh dibilang, pertanyaan itu bisa saja bermaksud mendoakan yang ditanya. Iya, boleh jadi maksud hatinya begitu. Kita sih amin-amin aja ya kalau ada yang doain, siapa tahu memang besok jodoh kita nongol. Yah, siapa tahu bukan tempe.:D

Daripada kita bahas itu, aku mau cerita ah... kegiatanku pasca diwisuda bulan oktober lalu.

Seru!

Mungkin itu satu kata yang bisa menggambarkan hari-hariku saat ini. Meski itu penilaianku dari kacamata positifnya saja. Kalau aku pake buat ngeluh, satu halaman folio juga ayok-ayok aja aku nulisnya. Tapi, aku gak pengen membebani kalian yang kebetulan nyasar di blog-ku ini untuk mendengarkan curhatan sampah, omong kosong, tulisan galau dan keluhanku yang gak jelas... aku pengen share yang positif-positif aja deh. Apa aja sih kegiatanku saat ini? kalau mau tau, lanjutin aja bacanya sampe akhir..



Menulis

Menulis apa? Aku banyak nulis status, tweet, dan artikel blog. Nulis status fesbuk buat enjoy2an aja. Kadang curhat, kadang juga posting yang berat. Kadang sharing dari newsfeed yang oke aja. Suka-suka gue lah.. yang penting sekarang frekuensi OOT di statusku mulai berkurang. Ih, malu juga kali kalo keseringan ngelantur di status. Bukannya pencitraan, tapi kesadaran diri. Pengendalian diri. Begitulah. Lagian, mulai berpikir... kata-kata adalah doa. Ada benarnya juga itu, suer. Penting-gak penting sih.. buat ngilangin jenuh aja mainan fesbuk.

Kalau soal nulis tweet itu lain lagi ceritanya. Ceritanya tweet2ku itu berbayar. Jadi salah satu admin dari produsen Hijab Syar'i punya teman. Awalnya sih pengen bantuin aja. Murni itu lah... tapi karena sana pengennya juga dikelola secara professional, akhirnya ada fee untuk tiap bulannya yang masuk rekening.

Curcol dikit nih, tapi aku kok jadi berasa kurang sreg ya lama kelamaan. Bukan,,, bukan karena malas ngetwit atau gak cocok kerjaannya. Tapi kenapa ya, ketika dibayar dengan duit kontan itu justru membuatku jadi beban. Beban mental. Psikologis-ku rada terganggu. Aku jadi ngerjain itu dengan berat hati, gak enjoy karena ngerasa punya tanggungan/tanggung jawab karena dibayar. Masalah ini pengen aku diskusikan dengan temanku itu. Tapi, aku pikir-pikir dulu lah... apa benar karena itu aku jadi kehilangan spirit dan inspirasi buat menghandle akun itu? Aku akan coba beberapa waktu lagi. Semoga bisa kembali merasakan enjoy itu. Atau mungkin temenku itu baca ini? Jadi setidaknya tau kendalaku. Eh, jadi curcol kepanjangan. Balik lagi ke pembahasan.

Ketiga nulis artikel blog nih. Seru sih, aku sama temen2ku di shadowriter sering dapat orderan nulis artikel buat konten web. Harapannya sih kedepan bisa jadi penyedia jasa penggarapan artikel rewrite professional. Lumayan deh hasilnya, buat jajan bakso sama es teller. Kerjanya juga nyantai (dikeplak). kadang juga lembur kayak gini ngerjainnya. Namanya ja freelance, kalo ada order kita kerja, kalo enggak paling nulis aja di blog shadowriters.

Sama... apa lagi ya.. aku mau nulis naskah kedua untuk bukuku. Juga ngerjain buku sejarah universitas pesanan rektorku. Doain ya semua... biar lancar segala urusan. Jujur nih, lagi butuh support gadget baru biar makin produktif. Soalnya laptop di rumah cuman satu dan ini laptop umat. Mbak mulai dapat orderan edit foto dikerjain di rumah, kembaran juga kerjaannya sama kayak aku, nulis. Kan mulai repot bagi waktunya. Yah, semua ada waktunya. Waktunya butuh, masa sih Alloh bakal ngebiarin hambanya susah terus. Makanya bantu doa dong, yang baca ini... bantu modalin juga ayok. Hehehe...

Membaca

Membaca perlu aku jadiin sub bahasan sendiri nih. Why oh why... karena aku lagi demen banget baca buku, pinjam buku dan beli buku. Pemangsa buku. Pelahap buku. Book Eaters! Haha... Kayaknya selama kuliah juga pengen banget dapet momen-momen kayak gini. Setiap hari dikelilingin buku-buku, di mana-mana ada buku, baca kapanpun di manapun ada buku dalam genggaman. Asik banget deh. Aku juga pengen kegiatan ini bakal menunjang pekerjaanku: menulis. Nanti pastilah ada saatnya bakal bersyukur bisa baca banyak hal. Pengen juga segera punya rak buku di rumah. Buku-buku berkeliaran, butuh ruang. Oh ya, aku juga lagi rajin baca artikelnya Jamil Azzaini. Artikel yang singkat, tapi menggugah.

Jadi Penyiar Radio Streaming

Hellowwww..... pernah bayangin gak sih, aku yang pendiem dan gak pinter-pinter amat ngomong bisa gabung di Team Radio GoPesantren, on air siaran seminggu dua kali, di rumah aja, cuman modal laptop, internet sama headset doang? Alhamdulillah, diijinkan Allah untuk berbagi ilmu dengan cara apa saja. Aku bawain program yang gak jauh-jauh amat dari passionku, menulis. Nama programnya Menulis Dengan Hati (MDH). Jadwalnya setiap Selasa dan Kamis jam 15.00-17.00 WIB.

Alhamdulillah deh, sambutan di team besutan kak Elvan Syaputra ini lumayan ramah & asik. Semoga istiqomah, itu aja sih doanya...

Ikut Komunitas

Pas ada acara Festival Ponorogo Sejuta Buku 2014 kemarin di Gd. Appolo itu, ada launching Komunitas Literasi Indonesia Ponorogo  (KLIP) yang aku gagas bareng ichon, mbak Hida dan Mbak Ruwi. Alhamdulillah, lumayan jalan aktivitas komunitas baru ini, offline maupun online. Mungkin lain waktu aku tulis detailnya... (soalnya panjang ceritanya, hehehe).

Kedua, masih sama mbak Hida... kayaknya bakal aktif juga di CAKEP (Citarasa Kebaikan Pelajar) bareng Cakepers Ponorogo, komunitasnya anak-anak muda SMP dan SMA. Ih, berasa muda kembali deh... hehehe.. Kemarin, ada acara bareng pas memperingati hari pahlawan. Berbagi manisnya kebaikan dengan bagi-bagi lolipop sebagai simbolis manisnya kebaikan itu. Seru deh!

Yang jelas aku seneng, meski dah gak status mahasiswa lagi. masih bisa aktif di kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. Bahagianya tuh di sini (nunjuk dada).

Jalan-Jalan

Ngomongin jalan-jalan, aku lebih sering jalan-jalan ke toko buku kayaknya. Kadang beli buku, kadang enggak. Hehehe... gak masalah. Bagiku dan ichon, toko buku itu syurga dunia kawan! Kalaupun mau jalan-jalan ke mal atau tempat makan, ehm.. duitnya gak ada bo'! Paling pol kuat bayarin parkir sama bensin doang. hehehe...

Akhirnya...
Itu dia secuplik kisahku pasca kelulusan. Belum ada pandangan mau kerja apa setelah ini.. aku harap sih, ada lowongan kerja yang cocok dan bisa aku apply. Aamiin.. Semoga...

Btw, rumahku direnov bagian depannya.. pintu dan jendela kaca udah berubah. Pintu dipasang di tengah dengan jendela kecil di kanan kirinya. Okelah, oke banget malah, untuk sebuah perubahan kecil setelah 18 tahun rumah ini berdiri. Alhamdulillah ya Allah... :)

Besok siang jam 13.30 WIB ngisi bedah buku di SMADA. Aku prefer nyebutnya sharing kepenulisan deh. Diundang adek-adek dari ROHIS SMADA... Alhamdulillah, cita-citaku kesampaian. Balik ke SMADA dengan karya, kira-kira begitu nazarku kemarin. Alhamdulillah ada peluang berbagi ilmu lewat bukuku yang bakal diulas besok. Doanya, semoga acara lancar.

Oh ya, Ahad jam 13.00 WIB, lanjut ke kampus ngisi acara diklat KSEI SCORE U. Pengenalan FOSSEI dan KSEI ke temen2 pejuang ekis di UMP. Sama ichon dan moderatornya mas Fery. Semoga lancar juga.. harus persiapin materi nih. Bismillah ya Allah..

Udah ya, tanganku capek. Masih harus nulis artikel biologi buat dikirim sama nulis notulensi rapat team GoPesantren tadi malam. Hwaaaa,,,,,, Bismillah deh, moga masih kuat. Tapi, gak berasa terlalu ngantuk setelah nulis sepanjang ini. Kata empuz, 1000 words is the key! Aku sih sebenernya ngikutin saran postingan FLP Mesir kemaren. Nulis, meskipun itu nge-crap alias nyampah di blog, yang penting nulis. Btw, udah berapa kata ya postingan ku ini? Wow, dah seribu kata lebih!

Udah ya, bye!

Khalila Indriana, yang kadang ngerasa bersyukur punya insomnia. Selamat menjalani hidup!

Thursday, November 13, 2014

Writers Block

Malem ini, iseng-iseng buka chat yang udah lama banget... sama seorang temen yang sekarang kuliah di luar negeri. Awal cerita, dulu sebelum dia ke kuliah di LN, saya pernah dikasih sebuah majalah kampus yang di situ ada tulisan dia. Setelah aku baca-baca lagi isi chat ini... kayaknya permasalahan writers block masih menjadi topik yang hangat di kalangan penulis. Hehehe.. Kebanyakan penulis bukannya gak bisa nulis, tapi ada saja kendala yang menjadikannya tidak menulis.

Ternyata, di chat ini saya lebih banyak mematahkan pendapat teman saya yang mengeluh kalau tulisannya bla bla bla. Kalau menulis ya menulis saja. Ini jadi semacam tamparan keras buat saya sendiri saat saya terkena writers block, baca ini bikin saya keki. Soalnya kadang-kadang suka gak pede juga sama tulisan saya sendiri. Haha.

Buat sharing dan nambah ilmu aja ya,, sory kalo banyak typo, banyak salah english-nya. Seingat saya chat ini jg pas malem2, no grammar no tenses. Tapi inshaAllah masih bisa diikuti obrolannya...

K: Do you remember the magazine which published your article, that u ever gave to me?
F: ohh, that’s was a long time ago
hahaha
K: haha, but I still remember ur expression
when u gave it for me
haha
F: how was my face that time?
K: it was so enthusiasm... and u really need a comment from me
haha
F: yeah,i remember that, and when i start to read that article again i fell so silly to write that article, ....
K: it mean you may be will success to write your next articles.. cause.. you can laugh now when u read your written
F: and now i have so many ideas to write, but i just don't get any mood to write those ideas, i mean i lost those spirit to write.
K: we need passion
it is important than spirit may be you lost it now
F: i write every night on my diary, that's for my personal, but for people i don't think that's a good idea for now, i mean i don't see that's writing article and being published for my age is necessary for now.
K: umm,, not bad. I think that's not a problem. put your ideas on a journal is better than you not write anything. but, I have different opinion may be
writing is not about how genius you are
F: you right.its not about how jenious we are. but a big question for me, why we write?being famous? being known as a writer? or enjoying our hobby?
K: no, of course as a writer we have a reason why. everyone life with their opinion.but, we must share your thinking about. So, we will know, how stupid we're..and the reader is the best teacher, editor, and they will tell us our mistake...
F: good point.
K: so,could you tell me why you still reading books, a novel or articles right now?
F: honestly,im not that guy who brings book everywhere and read one book in a week, i read book for my personal thirsty, i mean when i depressed i need an enlightenment,when i feel sorrow i browse internet and i read an article, i read because when i read i got something that i need,
K: you get what you need?
and how about you can give?
F: not for now, i just looked to my self, and i don't get see anything in my self, when i read about sincerit and im trying to write it down, i feel shame, because should i tell people to do this and me my self so far far away from that idea.
K: owh,better you look around. just a few people get chance to learn atone of the best place like you....
I believe no one can give something if they have nothing
And you have it
F: you right. i live in many differences people and culture, that's really means something for me.
K: we will waiting for your contribution
F: just wait and watch.


Pesan saya buat yang baca ini, apapun yang menjadi kendalamu saat ingin menulis... yakinlah akan ada manfaat yang bisa kamu dapatkan dari menulis. Juga manfaat yang dapat kamu berikan bagi pembaca tulisanmu. Nice lesson.

Terimakasih yang dah pernah sharing sama saya tentang ini. Pelajaran berharga terkadang datang dari orang yang justru memiliki pemikiran berseberangan dengan kita. Dia akan memancing pemikiran-pemikiran kita yang terpendam di dasar fikiran.

P.S.: Just for share. Semoga ada manfaat yang dapat diambil. :)

Sunday, October 26, 2014

Impianku

Ada rahasia Ilahi yang tak dapat kita jabarkan, apa-mengapa dan bagaimana segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita ini. Berjalan begitu kompleks dan terkadang tak kita mengerti. Berjalan begitu saja.

Suatu hari aku pernah mengalami, berhari-hari memimpikan hal yang sama. Aku tak mengerti, sungguh tak mengerti mengapa mimpi itu terlalu sering muncul dalam malam-malamku. Aku terus memikirkannya, bahkan aku hampir gila memikirkannya. Aku tak tahu mimpi macam apa yang membuatku perlahan meyakini satu hal. Masa itu akan datang, di mana mimpiku perlahan berubah menjadi kenyataan.

Dan kini kusadari, aku bahkan mulai menyemai impian itu tak hanya sekedar bunga tidur. Aku benar-benar memimpikannya saat aku terjaga. Dan perlahan mimpi itu mendekat, semakin nyata. Aku terus memikirkannya, kali ini aku tidak merasa diriku menggila. Tapi aku hanya butuh kesabaran ekstra untuk meraih impianku itu.

Aku semakin yakin itu bukan mimpi biasa, ini benar-benar sebuah impian yang menjelma nyata. Karena aku telah menyemainya dalam hati, fikiran bahkan di setiap doaku.
Akankah aku benar meraihnya? Semoga.

Impianku, semoga menjadi mimpimu juga.

Friday, October 24, 2014

Resolusi 1436 H

Barusan ada yang ngucapin selamat tahun baru 1436 Hijriyah, sekaligus ngingetin buat bikin resolusi setahun ke depan... ah, mengingat resolusiku tahun 2014 ini, sudah terlaksana 2 dari 3. Nulis buku sebelum lulus kuliah sudah, wisuda bulan oktober juga sudah. Cuman satu aja yang belum, yaitu nikah. Haha, kayaknya menikah belum bisa juga terlakasana tahun 2014 ini. Yah, meski usia sudah matang untuk ukuran seorang akhwat, urusan jodoh... siapa sih yang bisa nebak? Berdoa sajalah yang terbaik.

Oke, kembali ke judul di atas. Resolusi tahun 1436 H. Kira-kira, bakal aku tulis apa aja yaa.. resolusiku setahun ke depan? Meski gak terlalu ada bayangan, bismillah deh.. aku coba tulis beberapa. Ya namanya kata-kata kan juga bagian dari doa. Siapa tahu setelah nulis ini jadi punya semangat buat mewujudkannya, dan Allah pun Ridho atasnya. Sambil terus ikhtiar dan kencengin doanya. Yuk, daripada kebanyakan basa ntar jadi basi, lansung aja nulis 100 resolusi buat tahun 1436 Hijriyah ini. Tapi ini random ya, jadi no 1-100 bukan skala prioritas mana dulu yang bisa terealisasi, ya gak masalah. Bismillah:

1. Benahin Sholat 5 waktu. Sholat di awal waktu, dan salah satunya wajib berjamaah, minimal pas shalat maghrib. Ya Rabb.. semoga sholat wajibku tak lagi sekedar kewajiban, namun menjadi kebutuhan.
2. Mulai merutinkan Sholat sunnah Rowatib, Dhuha, dan Tahajjud. Kalau bisa sholat Hajat dan Tobat juga. Umur hampir seperempat abad loh, inget jatah umur makin berkurang. Banyakin ibadah sunnahnya.
3. Tilawah One day one juz.
4. Hafalan juz 30.
5. Berhijab Syar'i
6. Sedekah selepas shubuh.
7. Tidur lebih awal maksimal jam 22.00, bangun lebih awal juga jam 02.30.
8. Menulis minimal 30 menit sehari, selain untuk setor tulisan.
9. Membaca minimal 3 buku per minggu, 100 artikel web, di antaranya 10 artikel berbahasa Inggris.
10. Menulis 3 buah buku, 1 diterbitkan penerbit mayor, 1 minor, 1 selfpublishing.
11. Nulis buku harian :D
12. Belajar menulis cerpen.
13. Belajar (lagi) menulis novel.
14. Ikut seminar kepenulisan di luar kota.
15. Mengelola blog pribadi, tentang hijab syar'i.
16. Belajar tentang SEO.
17. Belajar dasar-dasar ilmu komputer yang belum dibisa.
18. Membiasakan punya wudhu.
19. Punya laptop pribadi.
20. Punya modem dan tiap bulan bisa ngisi :D
21. Merintis dan menekuni bisnis hijab syar'i.
22. Punya toko/butik hijab syari.
23. Beli buku minimal 2 buku tiap bulan.
24. Punya rak buku yang bagus.
25. Punya meja komputer/meja kerja yang nyaman buat nulis.
26. Belajar jadi penyiar radio GoPesantren dan istiqomah megang jadwal Menulis Dengan Hati.
27. Lebih istiqomah lagi jadi admin Hijab Aisyah.
28. Menulis buku sejarah unmuh dan menyelesaikan proyek ini dengan baik.
29. Mengerjakan proyek dari bu choirul dan mbak nourma.
30. Melunasi hutang-hutang (cek di list hutang).
31. Mengerjakan proyek majalah sekolah SD Qurrotaa'yun bersama Mbak Hida.
32. Mengelola dan ikut aktif di Komunitas Literasi Indonesia Ponorogo.
33. Melaksanakan program bee foundation.
34. Melunasi hutang puasa.
35. Bikin paspor.
36. Buka tabungan umroh.
37. Buka tabungan nikah.
38. Mengembangkan bisnis shopie paris.
39. Menulis buku tentang motivasi remaja muslim.
40. Menulis buku tentang ekonomi syariah.
41. Menulis novel islami.
42. Membuat souvenir pernikahan untuk sendiri.
43. Belajar memasak menu sehari-hari (lauk pauk dan sayuran)
44. Mengenal min. 20 orang baru setiap minggu.
45. Menjadi fasilitator di kelas Inspirasi.
46. Membina adik-adik ROHIS Smada minimal 1 kali pertemuan setiap minggu.
47. Belajar membuat cake/bolu kukus yang enak.
48. Belajar cara-cara merawat bayi (baca, baca, tanya! hehehe)
49. Belajar menulis dengan tulisan tangan.
50. Menjaga kebersihan badan, rumah, dan lingkungan sekitar.
51. Banyak tersenyum.
52. Ke toko buku minimal seminggu sekali.
53. Bisa menulis artikel berbahasa inggris.
54. Belajar nyetir :D
55. Aqiqah. kalo bisa sebelum Idul Adha, Idul Adha bisa Qurban :D
56. Menyambung silaturahim dengan teman-teman lama.
57. Rajin merawat anggota tubuh.
58. Rutin mendengarkan Murattal.
59. Bisa berbagi rezeki untuk bapak dan ibuk.
60. Membantu kelancaran acara adek.
61. Tetap menjalankan bisnis ichonochan craft, dan merintis bisnis souvenir.
62. Belajar bersikap lebih lemah lembut dan ramah.
63. Belajar sabar dan tak mudah marah.
64. Lebih mencintai keluarga, bapak, ibuk, kakak, adek dan seluruh keluarga besar.
65. Lebih banyak berdzikir kepada Allah SWT.
66. Bisa mengelola bisnis online lebih maksimal lagi.
67. Hidup sehat, hidup produktif.
68. Boleh, menonton drama korea untuk hiburan, tapi di jadwal :D
69. Punya waktu untuk menyiapkan diri sebelum beraktifitas.
70. Olahraga!
71. Bertemu dengan penulis-penulis/ menghadiri seminar dan bedah buku yang diadakan sepanjang tahun.
72. Mengikuti event perbukuan, ikut terlibat mengisi acara atau yg lainnya.
73. Belajar tentang mendirikan sebuah toko/butik.
74. Menyayangi teman-teman dan orang-orang yang sering bertemu sehari-hari.
75. Srawung dengan tetangga :D
76. Menulis buku tips.
77. Belajar ngaji/tahsin sama ustadzah fina.
78. Belajar hemat :D
79. Hidup lebih bahagia, menikmati hidup dengan melakukan hal yang bermanfaat.
80. Punya album foto-foto kenangan saat wisuda/ momen yang lainnya versi cetak.
81. Menulis naskah buku, selesai, terbitkan, dst.
82. Menjelajah tempat-tempat baru di Ponorogo :D
83. Mengikuti kegiatan-kegiatan positif yang di adakan sepanjang tahun.
84. Puasa Senin-Kamis :D
85. Membiasakan berbicara yang sopan dan santun :D
86. Belajar public speaking.
87. Nonton TV dengan tayangan yang mencerahkan.
88. Merapikan berkas-berkas yang tidak terpakai dan yang masih dibutuhkan.
89. Belajar tidak mencampuri urusan orang lain, kepo, dst. Just focus on your life!
90. Memperpanjang SIM C :D
91. Mendapat pekerjaan yang baik, ilmu S1 nya bermanfaat, dan masih dapat menjalankan 90 resolusi di atas tanpa alasan sibuk oleh pekerjaan.
92. Dapat mengemban amanah pekerjaan dengan baik dan professional.
93. Sukses dengan cara sendiri, dan bisa meraih apa yang dicita-citakan oleh bapak dan ibu.
94. Bisa Umroh dan mengumrohkan bapak dan ibu.
95. Menjadi penulis produktif.
96. Bisa menjelajahi kota-kota lain di Indonesia dengan karya dan silaturahim yang baik.
97. Mandiri dalam segala hal.
98. Istiqomah dalam menjalankan ajaran Islam, bertambah iman, baik akhlaknya dan semakin baik nasibnya.
99. Selalu membuat bapak dan ibu tersenyum.
100. Menikah.

Wah wah wah... 100 resolusi, bagiku relatif banget. Sedikit banyaknya. Yah, ini bukan sekedar impian dan harapan. Juga resolusi yang bertabur doa. Aku sendiri gak tau, nasib yang seperti apa yang Allah telah tuliskan untukku. Dalam merancang apa yang ingin kulakukan dalam hidup pun, aku masih banyak dilanda kebingungan. Tapi, bagiku... menjalani kehidupan itu sendiri dengan sebaik-baiknya adalah hal yang msih bisa aku usahakan dan lakukan. Dengan sikap penerimaan yang legowo, aku ingin Allah ridho dengan apa yang aku lakukan. Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Semoga ini menjadi salah satu pengingatku jika kelak aku mulai kehilangan arah dan tak tau lagi apa yang harus aku lakukan.

Aku sih, nulisnya insidental banget hari ini.. yah, kalau di perjalanan setahun kedepan ada banyak perubahan, atau pencapaian lain yang ingin kuraih, pasti aku catat. Nanti aku posting menjelang akhir tahun, apa saja pencapaian yang bisa aku raih dari 100 resolusi ini, dan pencapaian lain yang bisa kuraih. Bismillah saja. Jika belum tercapai semua, semoga tak kecewa.. hehe. Yang penting sudah berusaha.

Salam sukses, selamat tahun baru hijriyah 1436 H ya...

Khalila Indriana.

Thursday, September 25, 2014

Ide Bertemu Kesempatan = Action!

Siang yang beranjak terik, menggiring tiga bidadari bertemu di depan masjid dhuwur Al-Hikmah tepatnya di jalan Soekarno-Hatta, Ponorogo. Aku, Indriani Taslim dan Ammah Hida Cakep punya misi khusus hari ini untuk ketemuan dengan salah satu penulis senior yang kebetulan tinggal tak jauh dari masjid dhuwur. Namanya mbak Ruwi Meita. Beliau penulis produktif yang menekuni bidang fiksi novel bergenre Thriller. Horor-horor gimana.. gitu deh yang beliau tulis. Sudah ada lebih dari 10 buku adaptasi; dari skenario ke buku, dan beberapa buku sendiri yang kebanyakan emanya horor. Beliau juga banyak menulis ke majalah dan koran, dan sekarang mermbah ke cernak.

Sebenarnya sudah lama ichon diundang main ke tempat mbak Ruwi untuk ke rumah beliau. 
Sekedar sharing tentang kepenulisan atau mengunjungi rumah baca yang beliau dirikan di beranda rumahnya. Setelah janjian, akhirnya Kamis, 25 September 2014 kami bisa bertemu beliau di kediamannya. Jl. Seram no. 10b. Padahal dulu sebelum ustadzah Fina pindah, aku dan ichon sering pakai banget ke masjid dhuwur. Eh, ternyata dekat sekali.. dunia hanya selebar daun kelor. Hmm, bener juga kali ya. Dan akhirnya kami menemukan setitik kehidupan di sebuah rumah bercat warna hijau muda, dengan halaman yang cukup luas dan pagar yang agak jauh dari rumahnya sendiri.

Dan, kami disambut hangat oleh mbak Ruwi Meita juga ibu mertuanya. Btw, ibu mertuanya ini juga ibu dari guru seniku di Smada, bapak Sugeng Hariyadi. Jadi, mbak ruwi ini adalah adik iparnya dari pak Sugeng. Lagi-lagi dunia terasa sempit, ya? Begitulah. Mbak Ruwi sendiri asli Yogya, dan sering bolak-balik Ponorogo-Jogja. Enam tahun beliau menetap di Ponorogo.

Usut punya usut, beliau ini juga sedang mencari-cari orang-orang yang bergerak di dunia literasi di Ponorogo. Nah, setelah ngobrol panjang dengan mbak Hida kemarin, dan bercerita tentang mbak Ruwi, ternyata mbak Hida menyambut dengan tak kalah antusiasnya. Karena beliau sendiri selalu excited dengan dunia kepenulisan. Aku dan ichon berfikir, inilah momen yang pas untuk mempertemukan beliau-beliau ini dalam satu wadah yang 'nyambung'. Well, ternyata keputusan mempersatukan ide-ide ini membuahkan hasil. Harus ada sesuatu yang dapat kita kerjakan bersama-sama.

Kami mengobrol banyak tentang dunia literasi, mbak Hida yang vokal lebih mendominasi untuk menyampaikan ide-ide briliannya dalam rangka project menggagas "Ponorogo Membaca", membumikan Rumah Baca di Ponorogo sampai roadshow keliling ke sekolah-sekolah untuk memberikan pelatihan kepenulisan dan pengenalan budaya membaca. Klik sekali dan asik pembahasan kami siang itu.

Kami lebih membahas ke konsep-konsep dan rencana ke depan, bagaimana komunitas literasi di Ponorogo ini dapat terbentuk dan berjalan dalam cakupan yang lebih luas lagi. Lintas generasi dan dapat di terima oleh seluruh lapisan masyarakat. Terutama di kota Ponorogo sendiri. Dengan Agenda terdekat kami adalah mengisi spot acara di Pesta Sejuta Buku yang tiap tahun memang diadakan di gedung Apollo. Bersama anak-anak dari komunitas CAKEP binaan mbak Hida yang rencananya akan memfokuskan penampila ke acara musik, dan kami juga akan membuat acara bedah buku dan workshop kepenulisan dengan narasumber mbak Ruwi dan mbak Yoana Dianika yang sudah malang melintang di dunia kepenulisan. Juga ada wisata buku yang pesertanya anak-anak 
SD yang akan diajak berkeliling ke area pesta buku tersebut.

Banyak sekali pembahasan kami tentang buku, yang dapat membuat banyak perubahan besar bagi diri seseorang maupun dalam komunitas. Buku menjadi sarana yang ampuh, bahwa seharusnya memang ada efek bagi yang sudah membaca buku. Pun dengan penulisnya. Curahan gagasan sang penulis dalam sebuah karya sangatlah bermakna. Baik utuk kehidupannya sendiri maupun bagi pembaca. Kalau kata mbak Ruwi, menariknya dari seorang penulis itu adalah dapat berubah-ubah pola pikirnya sesuai dengan apa yang ia tulis. Sampai kadang si penulis lupa, saya ini umur berapa ya?? hehehe. Kami pun tertawa. Kalau kata mbak hida, dunia kepenulisan/penulis itu bukanlah dunia yang sepi. Dan mbak Ruwi pun setuju. Justru dengan masuk ke dunia kepenulisan, di sanalah kita menemukan kehidupan yang riuh, dan banyak sekali hal yang dapat kita pelajari. Dunia yang dapat membawa kita merambah banyak aspek kehidupan, tak terbatas ruang dan waktu.

Ah, rasanya tak cukup ruang untuk menceritakan detail pertemuan kami yang tak kurang dari satu jam lebih itu. banyak sekali yang di bahas, terutama keprihatinan akan dunia literasi di kota tercinta kami ini yang belum tergarap secara sempurna. Semoga ide-ide kami bertemu kesempatan yang tepat sehingga ada aksi nyata untuk mewujudkan ide tersebut menjadi suatu gerakan yang masiv kedepannya. Senang sekali bertemu orang-orang hebat hari ini. Semoga lain waktu dapat berlanjut pertemuan ini, tak hanya sekali dua kali namun secara intens dan bersinergi.

Kesan dari mbak Ruwi, enam tahun tinggal di Ponorogo, baru ketemu orang! Hehe, maksudnya yang dapat diajak untuk sharing tentang kepenulisan dan nyambung dengan mimpi mbak Ruwi untuk menghidupkan dunia literasi di kota Ponorogo ini. Semoga semuanya dimudahkan olehNya. :)

Salam Buku!

P.S.: Thanks mbak Ruwi, atas kenang-kenangan bukunya yang cantik. Semoga bisa ikut meramaikan rumah bacanya lain waktu :)

Wednesday, September 24, 2014

Saat Luka Tersiram Air Garam

Dan kudapati luka lama yang kembali terkuak. Semua itu aku pikir sudah selesai, sirna seiring waktu. Namun aku salah, luka menancap yang telah tercabut itu benar-benar menimbulkan luka yang dalam. Meski ia hampir kering, masih saja luka itu perih kembali setelah tersiram air garam.

Aku, tak ingin mengutuk malam yang terlalu pekat. Aku juga tak ingin merengek pada siang yang terlalu benderang hingga menyilaukan. Aku hanya ingin bertegur sapa dengan pagi yang menghangat, dan angin sore yang semilir menyejukkan. Yang tak pernah berdusta seperti rangkaian kata-katamu yang menjemukan.

Akhir dari semua ini, aku tak pernah lagi bisa membayangkannya. Tetap saja begitu.

Untukmu yang tak pernah kumengerti, mengapa dunia cepat sekali berubah namun nyatanya engkau tidak. Aku tak sepenuhnya membencimu. Aku hanya meragukan diriku, bisakah aku menjadi seorang pemaaf yang tak perlu engkau mengucap padaku. Aku ingin sekali itu, biarlah tetap seperti itu.

Memaafkan, akan membuat perasaanku baik-baik saja.

Rumah Berjendela Kaca Itu

Rumah berjendela kaca itu selalu memancarkan aura semangat para penghuninya. Dari sanalah, lahir karya-karya terbaik dari tangan-tangan mungil pemiliknya. Setiap hari, senyum tesungging tuk sekedar saling bertegur sapa. Hebatnya, tak ada kata 'tolong maafkan aku'. Karena sedetik kita bertengkar karena memperdebatkan sesuatu, detik selanjutnya senyum kembali tersungging tanpa syarat. Begitulah cinta, tak pernah ada kata maaf namun ribuan maaf tak terhitung lagi jumlahnya.

Rumah berjendela kaca itu selalu melahirkan cerita baru para penghuninya. Ia seolah menjadi akuarium raksasa, yang menampilkan live show setiap harinya. Tanpa ada kebohongan, tanpa rahasia. Semua jujur, mengalir apa adanya. Terlebih bukan karena rahasia, karena hidup yang singkat ini takkan lagi kami isi dengan hal negatif yang dapat merusak suasana kebersamaan. Kami saling menjaga, menjaga perasaan agar semua baik-baik saja.

Rumah berjendela kaca itu sejatinya tak pernah memandang rumput di halaman tetangga. Entah rumput mereka lebih hijau atau lebih apa. Kami habiskan banyak waktu di sini untuk menyirami rumput kami agar lebih hijau. Agar kami tak mudah menerbitkan rasa iri dan dengki. Kami terlalu lelah untuk menjalani hidup seperti itu, hidup yang selalu merasa tak cukup. Kami memilih menyiram rumput kami sendiri.

Rumah berjendela kaca itu, seperti tak pernah tidur.
Rumah berjendela kaca itu, menjadi saksi sejarah kami menggelar cerita hidup.
Rumah berjendela kaca itu, biarlah tetap seperti itu.

Kelak kami akan membangun rumah berjendela kaca yang lain, dengan cerita yang baru.

Dari sudut rumah berjendela kaca itu, aku tuliskan kisahku. Semampuku.


khalila indriana, September 2014.

Sunday, January 26, 2014

Menulis Untuk Kebaikan

Menulislah untuk kebaikan.

Aku menulis bukan karena merasa pandai. Aku menulis karena aku masih terlalu bodoh. Sementara tak banyak yang aku miliki sejauh ini, selain kemauan keras untuk terus belajar dan usaha memperbaiki diri yang masih semerawut. Tak banyak pula yang telah kuperbuat untuk menggoreskan catatan amal kebaikan yang kelak 'diperiksa' sebagai bukti. Apakah kelak aku layak berjalan beriringan menuju kehidupan akhirat yang kekal, berdampingan dengan Rasululllah dan orang-orang shalih lainnya. Bersama-sama berkumpul di Jannah-Nya?

Inilah yang akhir-akhir ini mulai menggelayuti pikiranku. Mengenai catatan amal, memikirkan tugas malaikat yang setia berada di sebelah kiri dan kananku. Tak luput sekejap pun mencatat segala kelakuanku. Apa yang bisa kulakukan agar malaikat sebelah kananku nampak sibuk, dan membujuk malaikat di sebelah kiriku agar 'duduk manis' saja? Rasanya, setelah sekian tahun hidup di dunia, aku ingin benar-benar mulai memikirkannya. Dengan cara apa aku menabung pahala, bagaimana memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, apa saja yang dapat kuperbuat untuk menanam modal sebagai investasi akhiratku kelak?

Nyatanya kemampuanku masih sebatas merangkai kata-kata. Dengan bekal sedikit ilmu yang kupunya, aku masih tertatih menyampaikan ilmu itu pada sesama. Bukan, sekali lagi bukan karena aku merasa 'kebanyakan ilmu'. Justru karena belum banyak yang bisa kubagikan. Aku makin takut jika ilmu-ilmu ini tak kunjung dapat kuamalkan, apalagi belum sempat kubagikan. Dan sekali lagi kuulangi, yang mampu kulakukan masih sebatas menuangkannya ke dalam kata-kata. Semoga Allah memberiku cukup waktu untuk beramal baik sebanyak-banyaknya di dunia.

Ya, aku memilih menulis sebagai salah satu ladang investasi terbesarku, untuk meraih cita-cita tertinggi: meninggal dalam keadaan khusnul khatimah, dijauhkan dari siksa kubur, di akhirat berkumpul bersama Rasulullah SAW. di Surga-Nya. Bertemu dengan Allah SWT tanpa hijab. Allahumma Aamiin...

Karena dengan menulis, sedikit demi sedikit pemikiranku mulai tertata. Hari ini aku mendengar sebuah nasehat berharga, suntikan semangat yang luar biasa dari Ahmad Rifai Rifan. Beliau menuturkan alasan yang sangat sederhana dan masuk akal. Alasan mengapa aku harus meniatkan menulis sebagai jalan kebaikan.

Yakni ketika nanti di Mahsyar aku terbelalak melihat catatan amalku. "Ya Allah, bukankah timbangan amal baik ku tidak seberat ini? Kemudian betapa indahnya ketika aku mendapat jawaban dari-Nya. "Ya, kau benar. Tapi ribuan orang telah tergerak beramal kebaikan setelah membaca tulisanmu! Berantai amalan sunnah telah terkerjakan setelah ribuan orang membaca karya yang lahir dari jemarimu..."

Merinding aku saat membacanya.

Maka, mengapa aku menulis? Inilah jawabanku. Aku tak pernah menganggap kegiatan menulis sebagai kegiatan yang sia-sia. Bukan sebagai ajang sok-sok'an atau sekedar menguji intelektualitas. Buat apa? Selama niat menulis untuk kebaikan ini tetap terjaga, semoga Allah beri jalan. Agar senantiasa menapaki jalan yang lurus, jalan yang diridhoi-Nya. Semoga.

Tulisan ini utamanya sebagai pengingat bagiku. Kubagikan agar kelak ada yang mau mengingatkan jika aku mengingkarinya. Karena manusia tempat salah dan lupa. Betul? Mohon diingatkan jika suatu saat aku khilaf dalam berkata-kata.

Hari ini aku juga sedang bahagia. Naskah buku yang sedang ku perjuangkan, hampir selesai. Sekali lagi mohon doanya, agar dapat segera terbit. Niat berbagi sedikit ilmu ini, semoga dimudahkan jalannya oleh Allah. Agar karya sederhanaku bisa sampai ke tangan kalian beberapa bulan kedepan. Bismillah, bi idznillah. Doakan selalu.

Teruntuk saudariku yang tak bosan menyemangatiku untuk segera menyelesaikan naskahku sebelum mengemban amanah lainnya bulan depan, aku sangat berterimakasih atas segala bentuk dukungan darimu. Love you so, semoga Allah memudahkan langkahmu juga. Terimakasih juga untuk kakak ku yang selalu menyayangiku dengan caramu, di sini akulah yang belum mampu membahagiakanmu. Suatu saat nanti, pasti.

Selama darah masih mengalir, aku tak akan bosan merangkai kata. Sebagaimana Tuhan tak pernah bosan memberi hal-hal terbaik dalam hidupku. Jika meniatkannya sebagai bentuk ibadah, Ia akan mencatatnya sebagai ibadah.

Allah Maha Melihat apa yang kau kerjakan. Allah Maha Mendengar apa yang engkau pinta. Allah Maha Tahu apa yang kau butuhkan. Selamat beristirahat.

Akhir Januari bertabur kebaikan, 27 2014.

Regards,

Khalila Indriana
@khalilaindriana

Saturday, January 18, 2014

Meski Bukan Power Ranger


Saat memasuki dunia kepenulisan, saya belum terfikir untuk menjadi seorang penulis yang andal, terkenal maupun diakui keberadaan saya sebagai seorang penulis. Niat awal yang hadir dalam diri saya ketika memutuskan untuk mulai menulis adalah mematahkan sebuah ‘predikat’ seorang plagiat yang pernah saya dapatkan dari seorang guru Bahasa Indonesia saya. Waktu itu, saya masih duduk di kelas sepuluh sebuah sekolah menengah atas negeri yang cukup ternama di kota saya. Entah mengapa, kejadian tersebut masih terekam dengan jelas dalam benak saya hingga saat ini. Kejadian yang begitu memukul saya hingga jatuh dalam lubang krisis kepercayaan diri. Apalagi saat itu masih galau-galaunya masa remaja, transisi dari bangku SMP menjadi bangku SMA. Semacam ada luka yang menganga saat saya harus memilih jalan, ingin ‘menjadi orang yang seperti apa’.

Singkat cerita, saat itu saya sedang sibuk-sibuknya dengan aktifitas belajar. Hampir seluruh mata pelajaran umum di SMA saya pelajari, karena memang belum ada penjurusan. Ilmu alam, sosial, teknologi, bahasa sampai agama semua ada. Campur bak gado-gado, lebih mantap lagi didampingi es campur. Ah, jadi lapar saya. Setiap hari pekerjaan rumah, tugas, praktikum, kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi datang silih berganti tiada habisnya. Saya bukan termasuk ke dalam jajaran siswa yang pandai mengatur waktu, menepati jadwal, apalagi menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu. Saya adalah seorang siswi acakadut yang sok kebanyakan acara. Mana yang bisa saya kerjakan dahulu, ya saat itu pula saya kerjakan. Sampai suatu saat beberapa tugas mulai menumpuk, sampai-sampai membuat saya bingung bagaimana dapat menyelesaikan itu semua.

Sebagai kelengkapan tugas materi Bahasa Indonesia, sang guru bijak menyuruh semua muridnya membuat sebuah resensi buku yang pernah dibaca. Apakah saya pernah  membaca buku? Tentu saja pernah! Masalahnya, dari sekian banyak buku saya tidak punya banyak koleksi. Saya hanya kerap membaca di perpustakaan dan beberapa buku pinjaman dari teman. Jadi, saya cukup kesulitan ketika harus menulis sebuah resensi yang notabene ada hal-hal yang harus saya cantumkan terkait penulisan sebuah resensi. Saat itulah saya berfikir untuk meminjam salah satu buku di perpustakaan. Tapi parahnya, hingga menjelang tugas dikumpulkan, saya tak kunjung meminjamnya! Alamak, saya panik bukan kepalang. Entahlah, ini memang cerita yang memilukan kalau tidak ingin disebut memalukan. Saya menulis sebuah resensi di majalah yang bukunya ‘hanya pernah’ saya baca sekilas. Lengkap! Mengutip sejadi-jadinya, hanya bedanya dibumbui kata-kata tidak penting yang saya karang sendiri. Cukup pede saya mengumpulkannya tanpa berpikir panjang. Pastinya inosen sekali tampang saya saat itu. Sebelum saya terkena getahnya, akibat perbuatan ceroboh saya ini.

Hari pengumpulan tugas tiba. Guru Bahasa Indonesia saya mulai mengumumkan satu demi satu tugas resensi karangan murid-muridnya yang tercinta. Dengan sedikit penjelasan dan mengajukan beberapa pertanyaan yang ditujukan pada pemilik tugas. Bodohnya, saya tak kunjung menyadari hal tersebut. Masih tetap berwajah tak berdosa. Tibalah giliran tugas saya, sang guru dengan seksama mengamati pekerjaan saya yang (tentu saja) rapi tanpa noda. Tanpa ada kesalahan yang berarti. Lha iya, wong itu resensi yang sudah jadi nyomot dari majalah. Sejurus kemudian Pak guru nyengir dan mengembangkan senyum penuh arti. Pelan tapi pasti beliau mulai mengorek keterangan tentang buku yang saya resensi. Beliau mengajukan beberapa pertanyaan serius pada saya. Matilah saya, tergagap saya menjawabnya. Ya iyalah, mana ngerti saya soal buku itu. Menyadari apa yang terjadi, mendadak saya pucat dan merasa mual.

Guru saya secara halus menegur saya, menanyakan baik-baik apakah tugas itu benar-benar saya tulis sendiri. Dan saya masih berkilah. Satu kebohongan menutupi kebohongan yang lain. Begitulah yang terjadi. Teguran halus yang terdengar seperti halilintar di siang bolong di musim kemarau. Pak guru menegaskan, tulisan itu sudah ‘kelihatan’ bukan karangan siswi seperti saya. Tutur bahasanya terlalu rapi untuk seorang pelajar yang baru belajar menulis resensi. Saya menunduk, sangat malu. Malu pada pak guru, pada teman sekelas, terlebih malu pada diri sendiri. Malu pada Tuhan. Saya mengaku saya bersalah, dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Insiden paling memalukan sekaligus memberikan saya banyak pelajaran. Satu yang saya ingat pesan mendalam dari guru bahasa Indonesia saya tersebut, begini. “Jadi, intinya kamu itu sebenarnya tidak cukup pandai untuk berbohong. Ini, bohong sedikit saja sudah ketahuan. Tidak bakat. Jadilah anak yang jujur, bapak yakin kamu akan lebih sukses dalam hidup jika mau untuk jujur di setiap tindakanmu.” Yah, bgitulah. Petuah dari guru Bahasa Indonesia saya yang terus terngiang di telinga saya.

Sejak saat itu, saya menancapkan dalam-dalam pesan guru saya tersebut. Sembari memendam dalam hati dan ber-azzam, suatu saat saya akan menulis. Tulisan hasil karya saya sendiri. Saya akan buktikan bahwa saya sebenarnya mampu, jika saya mau. Janji kepada diri sendiri tersebut saya simpan dalam relung hati yang paling dalam dan tak pernah saya lupakan hingga sekarang. Selama hampir tiga tahun saya tidak menulis apa-apa. Hingga suatu hari masa-masa hampir kelulusan SMA, saya teringat kembali janji itu. Kemudian mencoba belajar menulis. Saat itu saya mulai belajar menulis di blog. Menuangkan ide-ide saya yang masih liar. Membangun kembali yang sempat runtuh dalam diri saya.

Menulis dengan modal ketekadan dan mau untuk belajar. Berlatih, berlatih dan berlatih. Tidak seperti penulis kebanyakan yang memulai karir menulisnya dengan bakat, hobi, dan terus menerus belajar menulis. Saya tidak begitu. Saya hanya berfikir saya bisa melakukannya. Saat saya siap, saat itu saya mulai menulis. Pertama, hanya untuk mendobrak mental blok saya tentang hal yang tidak bisa saya lakukan, yaitu menulis. Belum ada motivasi lainnya. Kemudian saya mulai menulis apa saja yang saya mampu, saya ketahui, dan apa saja yang sanggup saya bagi. Karena saya juga berfikir bahwa saya adalah bukanlah salah satu anggota power ranger yang hendak menyelamatkan dan bisa mengubah dunia dengan kekuatan super. Belum, belum sejauh itu. Yang saya miliki adalah tekad dalam menulis, mungkin saja dengan itu suatu saat saya bisa mengubah dunia.

Semakin saya menulis, saya semakin yakin bahwa inilah pilihan hidup saya. Menjadikan menulis sebagai salah satu visi terbesar dalam hidup saya. Menulis untuk kebaikan, sebagai bekal investasi akhirat kelak. Menjadikannya hal yang patut untuk saya perjuangkan.

Saya yang sekarang ini adalah seseorang yang justru banyak belajar dari kesalahan di masa lalu. Dan masih terus belajar untuk masa depan.