Khalila Butik Hijab Syar'i

Friday, July 13, 2012

Ketika si Jahil Menyapa Seorang Muslimah (Part 1)


image by google

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al-Furqon 25:63)

Teringat sebuah cerita yang pernah saya baca saat duduk di bangku SMA. Cerita yang patut disimak dan diambil hikmahnya. Berikut sekilas cerita tersebut, dengan penuturan kata-kata saya sendiri (fiksi) tanpa mengurangi isi cerita yang terkandung di dalamnya.

 Ada seorang anak cewek SMA bernama Zahra, muslimah tapi belum berjilbab. Ia terkenal tomboi dan lebih suka bergaul dengan teman-temannya yang putera. Suatu hari ia tengah asyik nongkrong bersama gank-nya itu, di salah satu sudut sekolahnya. Kebetulan tempat tersebut juga merupakan satu-satunya jalan akses ke mushola sekolah. Mereka bercanda ngalor-ngidul dan tertawa-tawa sejak tadi. Tak peduli adzan dzuhur yang tengah bergema dari TOA mushola,.. bahkan tak satupun yang berniat bergeming memenuhi panggilan-Nya.

Sejurus kemudian ia melihat beberapa gerombolan anak-anak putri yang nampak bergegas menuju ke arah mushola. Aha! Ia mengenalinya, mereka adalah para jilbaber aktivis ROHIS (Kerohanian Islam) yang terkenal alim ulama’ di sekolah mereka. Dengan segala ke-iseng-an yang ia miliki, terbersit ide untuk sedikit menggoda mereka. Beberapa langkah setelah muslimah-muslimah itu melintas, Zahra memekik dengan lantang.

“Assalamungalaikuuuuumm. Hihihi.... Ssst... Jama’aaaaah, ooh.... jama’aaah.... kayaknya barusan ada pasukan ninja lewat ya?? Hahahahaha....” sontak tawa bergemuruh memenuhi lorong tersebut. Ada yang terpingkal-pingkal setelah mendengar kalimat Zahra. Dengan tawa kepuasan, Zahra berkali-kali melayangkan toast ke udara ke arah teman-temannya.

Awalnya Zahra berfikir rombongan muslimah yang entah siapapun namanya kerap di panggil ‘Ukhti’ itu, akan diam saja. Atau paling banter mereka akan marah atas kelakuannya. Tanpa diduga, salah satu ukhti itu berhenti dalam langkahnya. Zahra kaget, bersiap-siap kena semprot akibat ucapannya barusan. Si ukhti berbalik menengok ke belakang, tepat mengarah ke wajah Zahra dan.... criiingg! Senyum tersungging manis, melengkung bak pelangi terbalik di wajah teduh si ukhti. Ya, mbak-mbak ROHIS itu. Semua terdiam, termasuk Zahra.

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakaatuh.. Mari ukhti, kita sholat Dzuhur berjamaah di mushola...” katanya santun dan kembali tersenyum. Kemudian ia melanjutkan melenggang ke mushola, takut ketingggalan rakaat pertama. Cesss......... Zahra terpana bukan buatan. Ia belum sempat berfikir lebih jauh. Andaikata ia di bandara, tentu ia akan ikut penerbangan pertama dan menyuruh pak pilot membawanya kemana saja. Kalau bisa, keluar angkasa. Sungguh, niat ingin mempermalukan ukhti-ukhti berjilbab tadi, telak membuatnya malu dihadapan temen-temannya. Malu kepada si ukhti. Terlebih lagi, ia malu kepada Allah. Bukan kata-kata yang kasar yang seharusnya pantas ia terima, tapi jawaban salam super komplit dan ajakan sholat yang keluar darinya. Tak ketinggalan senyum super ramah ikut menghiasi wajahnya yang terbingkai jilbab. Sungguh, ia menyesali perbuatannya tadi.

Belakangan terdengar kabar, Zahra yang tomboi kini berubah 180 derajat. Atas kesadarannya sendiri, ia mulai mengenakan hijab dan ikut aktif dalam agenda-agenda kegiatan ROHIS sekolahnya. Ia tak lagi nongkrong bareng ana-anak cowok. Ia juga telah meminta maaf kepada si ukhti yang sempat menjadi korban kejahilannya. Malah, ia banyak mendapat masukan dan dukungan darinya. Sungguh indah dan mendamaikan.

***
Banyak hikmah bertebaran yang dapat kita petik dari cerita di atas. Namun, di sini saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal. Terlebih hubungannya dengan ayat yang saya singgung di awal tulisan.
Berdasarkan pengalaman pribadi sang penulis, kejadian ‘digodain’ saat melintas di depan anakcowok (apalagi kita yang lewat kebetulan adalah seorang muslimah berjilbab) menimbulkan beberapa respon yang menarik untuk diungkap. Entah apa motif yang sebenarnya mendorong mereka untuk melontarkan salam, namun lebih mirip bernada ‘siulan’. Karena, seringnya diikuti tawa-tawa yang kurang mengenakkan bagi si penerima salam. Bukan sebuah salam yang tulus, dengan tujuan mendoakan saudaranya sesama muslim. Sungguh sangat disayangkan, doa yang berbalur kurang lurusnya niat jadi tak berarti karna tak faham dalam memaknai sebuah ucapan salam.

Masih bagus jika yang di ucapkan adalah sebuah salam. Belum lagi kalimat-kalimat lain semisal, tiba-tiba beristighfar (emangnya ngelihat setan? Atau gak kuat, takut dosa gara-gara gak bisa ghadul bashar, kali ya? Hehe.. Wallahua’lam). Atau yang terbaru nih, menirukan gaya ustad Maulana yang khas, yaitu menyapa jama’aaah... Kreatif sekali kan? Ada-ada saja. Sebenarnya tidak buruk apa yang mereka ucapkan. Daripada sebuah siulan atau panggilan menggoda seperti yang kerap dilontarkan pada cewek seksi, yang lewat di depan cowok-cowok itu. Tapi tak lebih baik jika tetap saja niatnya tidak hanya sekedar menyapa melainkan niatan yang buruk.

“Allah tidak menyukai ucapan yang buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (QS. an-Nisa’ 4:148-149)

Apakah seorang yang dalam berpenampilan secara fisik telah memenuhi syarat ‘tidak mengganggu’ pandangan orang lain, masih pantas diperlakukan tidak sopan? Terutama terhadap muslimah. Tentu akan menimbukan berbagai pertanyaan besar. Memang, penampilan apalagi dihadapan manusia tak lebih penting daripada pandangan Allah kepada kita. Namun, menjadi sangat mencengangkan jika penampilan seorang muslimah menjadikan bahan olok-olokan. Terlepas bagaimana akhlaknya, setidaknya memuliakan seorang wanita tentu lebih utama. Bahkan, sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah.

Katakanlah kepada wanita beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka....dst” (QS.  An-Nur 24:30)

Memakai pakaian yang sesuai syari’at, memiliki beberapa tujuan antara lain agar mudah dikenali dan tidak diganggu. Jika sudah berusaha berpakaian yang sesuai dan masih diganggu, lalu apalagi yang harus dilakukan? Sungguh jaman sudah benar-benar makin dekat dengan kiamat rupanya.

Sampai disini kita sudah banyak memandang respon dari sisi lelakinya. Lalu bagaimana tanggapan seorang muslimah itu sendiri ketika mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan tersebut? Apakah seperti siap si Ukhti dalam kisah diatas? Hm, tunggu dulu.

Pembahasan berikut, insyaAllah kita sambung di part 2. Mungkin ada tanggapan dari pembaca sekalian? Boleh, share at comment ya.. Mohon maaf jika ada salah kata.
Wallahua’lam bi ash-shawab.

Pejuang pena, berjihad dengan ilmu lewat goresan tintanya.

Tuesday, May 29th 2012

2 comments:

  1. sangat menginspirasi, terima kasih atas inspirasinya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama... Terimakasih kembali atas kunjungannya.. :)

      Delete