Khalila Butik Hijab Syar'i

Saturday, July 14, 2012

Amanah adalah Anugerah


"Jika Anda ingin lebih menghargai sebuah penerimaan, maka belajarlah untuk tahu rasanya  jika ditolak"

Hehe, barangkali itu hikmah yang saya dapat. Ketika saya lagi gencar2nya berusaha mengirimkan karya-karya saya (berupa tulisan ke berbagai media) ternyata saya belajar untuk berlapang dada. Memang baru kali itu merasakan sensasinya bagaimana sebuah karya 'di tolak' oleh media. Biasanya, hanya menunggu sekitar 1-3 bulan baru kita menyerah bahwa media tersebut belum dapat memuat artikel/tulisan kita di sana. Seringnya tanpa pembritahuan. Wajar.

Namun, menerima balasan email penolakan sehari setelah saya sent email tersebut, jujur baru pertama. Hehehe. 

Di balik itu semua, saya merasa bersyukur, senang, agak shock jujur..hehe namun juga haru. Saya senang karena tulisan saya dikembalikan dengan berbagai saran yang membangun. Itulah yang saya butuhkan. Kalau saya bebas menge-post apa saja yang saya tulis ke media blog/notes, kadang saya juga harus mengoreksi...tulisan mana yang layak tampil atau tidak. Manfaat atau tidak. Bahasa sudah baik atau masih kaku menggurui? Semoga ke depan saya dapat menyajikan tulisan-tulisan yang baik, bermanfaat dan lebih berkualitas. Amiin.

Dan inilah tulisan yang tertolak itu... Semoga bermanfaat bagi pembaca blog saya...

image by google



Amanah adalah Anugerah

 “Amanah adalah anugerah. Semangat menjalankan amanah, semoga kita senantiasa menjadi orang yang amanah.”

Bukan untuk diminta, tapi ketika itu datang kepada kita ada keutamaan untuk sebisa mungkin tidak menolaknnya. Itulah amanah. Apabila itu telah diterima, maka kewajiban kita untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Itu pula sikap yang harus dimiliki para pemegang amanah. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Adakalanya kita sibuk berkelit, mengatakan saya tak bisa, saya tak mampu. Padahal belum mencoba.

Seringkali kita takut dan ragu, bukannya tak mampu terlebih lagi karena tidak mau. Kita takut, bukan takut kepada Allah. Tapi takut waktu kita berkurang, takut menjadi pusat perhatian dan dikatakan riya’. Padahal jika seperti demikian, sesungguhnya benih-benih ujub itu sudah bersemi tanpa sadar. Na’udzubillah. Apakah lantas para pemegang amanah itu adalah golongan orang-orang yang ujub, riya’ dan mencari sensasi belaka? Tentu saja bukan.

Rasulullah SAW adalah teladan terbaik bagi seluruh umatnya. Dengan bekal kecerdasan yang dimilikinya, beliau hadir sebagai orang yang dapat dipercaya. Disaat semua gelap mata, tak mampu memecahkan permasalahan dengan fikiran yang jernih. Kehadirannya memberikan solusi terbaik, siapakah yang paling berhak menaruh Hajar Aswad ke tempatnya semula? Kemudian beliau bentangkan sorbannya, ia perintahkan untuk setiap kabilah memegang ujung-ujungnya. Agar semuanya adil, dan tiada yang merasa paling unggul karenanya. Maka gelar Al-Amin pun senantiasa melekat padanya. Ya, seorang yang dapat dipercaya. Itulah hebatnya orang yang amanah.

Marilah sejenak kita renungkan, tiap detik hidup kita adalah amanah yang kelak dimintai pertanggungjawabannya. Allah menganugerahkan kita hidup di dunia, dan menghadiahkan waktu yang sama. Apakah kita berhasil menggunakan waktu dengan baik, atau kita lalai? Bahkan amanah yang satu ini kita anggap tak penting. Maka dari itu, dibutuhkan manajemen waktu yang baik untuk mengaturnya, bagaimana menyusun skala prioritas apa yang akan kita kerjakan. Aset waktu yang kita miliki selayaknya dapat kita pergunakan dengan kegiatan-kegiatan yang produktif. Kita manfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka menjalankan amanah.

Allah tidak hendak membebani hidup kita diluar batas kemampuan yang dimiliki hamba-Nya. Namun, apakah kita telah berusaha untuk menjalankan dengan maksimal segala sesuatu yang menjadi kewajiban kita? Yang wajib saja masih tercecer, apalagi yang sunnah. Begitulah pendapat kebanyakan. Bukankah sunnah itu akan menyempurnakan yang wajib meski tak dapat menggantikannya? Ah, mudahnya kita membuat ribuan alasan untuk mengelak. Dari situ saja dapat kita lihat kualitas diri kita dalam mengemban suatu amanah. Belum lagi menginjak ke PR-PR besar selanjutnya, menyiapan diri sebagai generasi umat terbaik. Jadi, sudahkah kita memiliki kualitas diri yang pantas membuat diri kita mendapatkan sebuah amanah? Wallahua’lam bi ash-shawab.

4 comments:

  1. Waaah, baru baca disini akuuu....
    Jika seseorang dikasih amanah, tentu itu tak luput dari "kepercayaan" Allah pada orang tersebut untuk mengemban amanah. Tinggal sikap kita, mau tidak mencoba untuk menerima amanah dan menjalankan dengan sebaik-baiknya? Yang kepengen beruntung, pasti akan menrimanya dan barusaha seoptimal mungkin. Bukannya kalah sebelum berperang alias kabooooor.......

    Bagus tulisannya, pendek dan mengena.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, menjalankan amanah insy jauh lebih mulia daripada bikin 1000 alasan untuk menolaknya. Thanks, semoga bermanfaat.. ^^

      Delete
  2. Great mbak...Bila selalu sadar akan amanah, tak penting lagi pujian manusia,perhatian manusia, apalagi imbalan, saat menjalankan amanah...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul pak Dian.. beruntunglah orang yg mendapat amanah lalu ia mengerjakannya dengan sebaik2nya... :)ikhlas lillahi ta'ala... :)

      Delete