Khalila Butik Hijab Syar'i

Saturday, October 26, 2013

Balada Harga Teman

"Pesen satu ya, modelnya gini trus warnanya gitu. Dibikin paling spesial, kalo bisa jadinya sebelum tanggal sekian, bisa? Oh ya, harganya masih sama khan? Buat temen ada diskon dong, ya? Pastinya, tengkyu yaa.... Hehehe..."

See?

Memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan merupakan prinsip dasar seorang pengusaha, apalagi mereka yang membuat produknya sendiri seperti saya ini. Service excellent istilahnya. Pelanggan adalah raja dan ratu. Seringkali kita dihadapkan dengan pilihan yang sulit terutama ketika menghadapi pelanggan yang 'rewel'. Ingin yang terbaik, tapi jatuhnya terkesan mendikte. Pada dasarnya kita yang menerima order, sangat memikirkan soal kualitas dan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Tidak menjadi masalah jika pelanggan kita adalah murni pelanggan yang tidak terlalu dekat dengan kehidupan kita alias pembeli umum secara keseluruhan. Yang sulit justru menghadapi pelanggan yang terhitung masih kerabat atau sahabat. Masih ada rasa 'pakewuh' ketika menghubungkan bisnis dengan hubungan kedekatan emosional kita.

Misalnya, bicara tentang harga. Harga standar produk kita tentu sudah dipatok berdasarkan perhitungan harga bahan baku, biaya produksi dan keuntungan yang akan kita ambil. Tidak mungkin kita lantas menetapkan harga seenak jidat agar untung kita berkali lipat, tapi seringkali pembeli tidak mau tahu. Dikiranya harga sepuluh ribu untung kita delapan ribu. Ini tentu menjadi pemikiran yang tidak rasional. Terjadilah aksi tawar menawar. Selama itu wajar, sah-sah saja demi mendapat harga terbaik dan kerelaan dari kedua belah pihak. Membeli satu tentu berbeda dengan membeli secara grosir, jika bicara masih terkait harga. Memberi potongan harga barang grosir menjadi petimbangan tersendiri, karena ada kemungkinan itu akan dijual kembali.

Namun, jika yang membeli kebetulan adalah kerabat atau teman biasanya pula mereka hanya akan membeli untuk dipakai sendiri. Sebut saja saya ingin membeli produk si A yang kebetulan adalah teman saya SMA. Lantas saya merasa berhak menawar harga, meminta diskon, minta bonus ini-itu apalagi hingga meminta gratis. Yah, karena saya merasa dia 'pasti' mau dengan kerelaan hati memberikannya untuk saya. Ya, karena kita teman. Tapi, pernahkah saya memikirkan perasaan teman saya tersebut? Pernahkah saya memikirkan bagaimana kondisi bisnis dan keuangan teman saya yang mencari rezeki memang dari jalan bisnisnya itu? Pernahkan saya memikirkan bahwa aksi minta harga lebih murah itu akan mengurangi setidaknya sepersekian persen keuntungan bahkan modal yang sudah ia keluarkan untuk membuat produk yang saya beli? Ah, rasanya ini yang perlu menjadi bahan pemikiran.

Sebagai sahabat yang baik, kita tentu ingin mengapresiasi apa saja yang sahabat kita lakukan. Misal, ia memiliki bisnis (produk jualan) kita setidaknya akan rela membantunya. Meski hanya sekedar membeli produk tersebut dengan alasan kalau teman saja ada yang punya, ngapain cari ke yang lain. Prinsipnya saling bantu, agar bisnisnya juga bertambah besar dan sukses. Tidak hanya sebatas saling mendoakan ia sukses, tapi ada satu gerakan yang nyata untuk mendukungnya. Mendoakan tentu hal yang baik, tapi mendorongnya agar lebih bersemangat menjalankan usahanya tentu lebih baik lagi.

Ah, begitu saja itung-itungan. Wong sama teman sendiri saja pelit.

Mungkin begitu reaksi kita jika teman bersikukuh dengan harga jualannya. Tanpa diskon, tanpa bonus. Padahal, mungkin memang saat itu tidak bisa menurunkan harga karena alasan tertentu. Orang banderol swalayan saja kita patuh, tidak menawar. Bisakah kita memaklumi, dalam dunia bisnis seratus dua ratus rupiah itu tetap diperhitungkan. Entah itu saudara, teman dekat, atau bukan. Jika tetap egois berpendapat bahwa harga untuk teman harusnya lebih murah, entah apa yang terjadi lima tahun ke depan pada bisnis teman kita tersebut. Bayangkan, satu teman minta diskon. Tidak jadi soal. Namun, jika ada seratus orang teman yang minta diskon, bisa jadi ia benar-benar gulung tikar.

Jika saya dalam posisi sebagai penjual, saya tentu tidak merasa keberatan memberikan harga teman. dengan catatan, itu hanya terjadi sekali-kali dengan niat tulus saling bantu dan melihat kondisi yang sesungguhnya dari teman saya tersebut. Kalau sudah berkali-kali, tentu bukan lagi menjadi hal yang wajar. Apalagi kita sudah nawaitu menjadian bisnis sebagai ladang untuk meraih rezeki dari-Nya. Pasti sedikit banyak kita berpikir tentang keuntungan dan bagaimana caranya agar bisnis tetap jalan. Meniatkan harga teman sebagai ladang amal pasti lebih baik lagi. Bahkan, kita bisa saja berinisiatif beramal dengan apa yang kita miliki. Misalnya memberi hadiah produk kita secara gratis pada orang terdekat tanpa ada yang meminta. Ikhlas lillahi ta'ala.

Bukan lagi saatnya mengeluarkan dalil, "itulah gunanya memiliki teman, enak kalo kita beli ke dia dapat diskon dan harga termurah." Pernahkah kita diajarkan untuk meminta diskon? Agaknya membaca kembali awal surat al-muthaffifin perlu kita resapi lagi maknanya. Apakah kita masih termasuk orang yang curang? Yang apabila menerima takaran minta dilebihkan, apabila menakar ia mengurangi. Sudah siapkah kita mengamalkannya?

Harga teman. Seharusnya jika kita sudah mengaku teman, tidak pantas minta dilebihkan hanya karena kita teman. Jika mengaku kita teman, harusnya malah berusaha membuat teman kita merasa terbantu hanya dengan kita mau berpartisipai untuk ikut membeli. Membeli, berarti ia bisa mendapatkan keuntungan. Apalagi kita belinya banyak, senanglah ia bisnisnya lancar. Lagipula, beli ke teman bisa sekalian mempererat silaturahim.

Harga teman. Jika kita mengaku teman pastinya kita akan memberikan harga terbaik untuk teman, tanpa teman kita harus meminta dan merengek. Tentu kita paham. Sesekali, tunjukkan harga asli dan beritahu padanya ada potongan untuknya pasti ia akan senang menerimanya. Menjadi teristimewa karena tidak seperti pembeli yang lain. Bisnis ya bisnis, teman ya teman. Menggabungkan keduanya pada porsi yang tepat, akan membuatnya lebih bermakna.

Harga teman. Tinggal kita belajar memposisikan diri kita di mana.
Suka sama suka, hanya keberkahan yang kita harapkan dari ini semua.

Thursday, October 3, 2013

Kata Kunci Memantik Ide Belajar Hal Baru

“Je bent nooit te oud om te leren”

Anda tidak pernah terlalu tua untuk belajar.
(Pepatah Belanda)

Ketika ingin berhenti belajar karena alasan usia, saya akan selalu mengingat ini. Rasulullah juga menganjurkan kita sebagai umat muslim untuk selalu belajar, belajar, dan belajar hingga akhir hayat. Setiap hari adalah kesempatan bagi kita untuk belajar. Memiliki pemikiran dan inisiatif untuk belajar hal-hal baru tentu sebuah keterampilan tersendiri. Ada ide, cari tahu, lalu pelajari dengan sungguh-sungguh. Kapan itu bermanfaat bagi kita? Suatu saat, pasti. Tidak ada yang sia-sia dalam belajar, kecuali kita memang belajar tentang hal yang negatif. Semua yang kita pelajari, itulah diri kita. Penggambaran siapa diri kita sesungguhnya. Jika minimal kita berfikir tentang sebuah ide, belajarlah untuk lebih kreatif. Bikin sesuatu yang berbeda dari hal yang kita pelajari, dengan cara memodifikasinya menjadi hal yang lebih segar. Kemudian coba jalankan ide tersebut, mulai dari hal yang paling sederhana yang dapat kita lakukan. Itu namanya inovasi.

Coba kita ingat-ingat dan hitung kembali, apa saja minat yang kita miliki. Jangan bilang, tidak ada? Milikilah ketertarikan terhadap sesuatu, agar ada gairah untuk kita belajar lebih banyak tentang hal tersebut. Saya selalu tertarik pada orang-orang yang sukses dan berhasil mantap menekuni bidang yang ia sukai menjadi pilihan karirnya. Masih terus bertanya dan mencari tahu, bagaimana mereka menemukan kepercayaan diri untuk yakin seyakin-yakinnya dan memantapkan diri untuk menjalaninya. Saya masih belajar dan akan selalu mencari tahu tentang itu. Lalu, bagaimana saya memulai?

Awalnya saya iseng, selalu begitu. Saya sering menulis kata kunci yang random berputar-putar di kepala saya. Saya buka informasinya, dan ternyata banyak hal menarik yang saya temukan di sana. Sesuatu yang sebelumya telah saya ketahui maupun hal yang benar-benar baru! Ini salah satu hal yang menyenangkan bagi saya. Biasanya saya search seputar craft, kreatif, menulis, info kesehatan, tokoh, dan seterusnya. Semakin menelusur, saya semakin haus dengan rasa ingin tahu. Who knows, I have much question and I need the answer. Bukan jawaban yang biasa dan sekedarnya. Pasti ada jawaban yang menarik dari pertanyaan yang muncul.

Belajarlah, buat apa punya gadget mewah di tangan kalau miskin ide? Kita terlahir bukan untuk menjai generasi latah yang suka gonta-ganti gadget, mengikuti fitur terbaru, atau ber haha hihi di akun obrolan dan jejaring sosial. Setiap diri kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita perbuat, apalagi masa muda adalah salah satu yang harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Masa muda, bukan masa kecil atau masa tua. Selagi muda, banyak-banyaklah berbuat kebaikan. Bukan untuk berbangga-bangga, apalagi masih minta orang tua. Jelas saja mereka rela hartnya untuk diberikan pada kita, orang tua tiada pernah minta balasan harta kok pada kita. Mereka butuh kita menjadi anak yang shalih-shalihah yang kelak mendoakan mereka. Buah dari masa muda kita, panen raya kita nikmati saat kita mulai beranjak menua. Tapi tetaplah belajar selagi nafas masih menyertai kita.

So, sediakan waktu untuk memulai. Belajar hal yang baru, bahkan bukan pada bidang mu. Belajar keluar dari zona nyaman, itulah cara menikmati hidup dengan cara yang baru. Dunia ini terlalu singkat, untuk melakukan hal yang sia-sia. Hanya saj, butuh kata kunci yang tepat untuk memunculkan ide dan mulailah belajar hal yang lebih banyak lagi. Selamat belajar! :)
<photo id="1" />

Wednesday, October 2, 2013

#2 Menyoal Tema

Jeng..jeng.. *back sound song title MAMA (EXO)

Careless careless, shoot anonymous anonymous. Heartless mindless. No one, who care about me?

***

Meratap dikit, boleh ya? udah berapa bulan ya hidup tanpa hape? sebulan? dua bulan? ah, lupa. Lama-lama mikir juga. nanti takutnya ada yang penting dan ada yang nyari (ada gitu?? ya, ada ternyata!), soalnya juga itu nomer hape ane dah disebarin dan bertebaran di muka bumi. Di kampus, hapenya temen-temen seluruh indonesia (cieh), blog, page, nomer bisnis sampe di hangtag ane juga ane nomer itu. Pff, *sigh. Belom tau sih it hapenya yang rusak apa cuman chagernya. Ntar deh ane pikirin lagi.

Jadi, ada hubungannya gak sih sama backsound lagu diatas, hhehehe...

***
Catatan berhashtag ini sejujurnya adalah catatan yang berisi perjalanan saya saat menulis skripsi. Niat awal sih kemarin bgitu, semoga istiqomah ya.. doakan. Catatan suka-suka aja, namanya juga suka-suka. suka-suka judulnya juga isinya, suka-suka ngepostnya kapan, suka-suka penulisnya lah pokoknya. Kebetulan lagi sok sibuk sih dia, katanya pengen skripsinya cepet kelar. Semoga, ini lagi giat terus berdoa dan mohon doa. Jadi, bakalan ngebahas gak jauh-jauh seputar cerita skripsinya dan kejadian yang mengiringinya. Alah, bahasanya kecakepan. Aslinya saya itu gak bisa ngadepin skripsi dan bertatap muka terlalu lama dengannya. Asli, saya nulisnya sempoyongan kalo lebih dari tiga jam. Sehari nulis, dua hari gak pegang. Lupakan. Ini tidak baik. Jadi saya ubah strategi untuk mengerjakan sebentar, istirahat, ngerjakan lagi nanti, istirahat sebentar, dan hasilnya sebentar-sebentar istirahat. Pffiuh... saya berusaha tekun dan istiqomah, karena konon katanya sodara2, Allah lebih seneng amalan kita yang sedikit tapi konsisten. Oke, ini prinsip.

Untuk tema skripsi yang saya garap, adalah tentang "bank syariah". Iya, ekonomi Islam... gak sesuai jurusan ya? emang. susah dong? enggak juga. kenapa nekat amat ambil tema itu? asik aja, minat saya dai dulu emang ekonomi Islam. Cuman nyasar aja di jurusan ekonomi pembangunan. salah jurusan? bisa iya, bisa tidak. Bisa jadi tidak lah... saya selalu bersyukur kok, belajar di mana aja. Nah, karena agak-agak nyeleneh dari jurusan asli saya, saya otomatis harus punya pendirian. Dosen-dosen saya, agaknya juga asik-asik aja. jadi mari kita lanjutkan. Hidup dengan passion, mari kita ikuti aturan mainnya. Putuskan, hadapi dan kerjakan sebaik-baiknya. InsyaAllah sudah mantap ambil tema ini, bahkan dulu awalnya saya ambil jurusan D3 perbankan Syariah kok. Jadi, gak ada yang perlu kita ributin dan digalaukan soal tema ini. Pasti lebih banyak tantangannya dong, secara saya hanya punya bekal yang sedikit tentang ekonomi syariah. Tapi apa daya, saya sudah mengetuk palu sebelum sidang (sidang skripsi maksudnya).

Oke, mari kita berdamai dengan keadaan. Ekonomi syariah, ekonomi Islam, perbankan syariah, oke saya akan berdamai dengan kalian.

Semoga dukungan selalu bersama orang-orang yang yakin. Semoga.


ini tema skripsi saya