"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. Az Zukhruf : 32).
Seringkali kita bertanya tentang keadilan Allah dalam hal pembagian rezeki. Banyak yang bilang, Indonesia hari ini sudah melekat dengan jargon-jargon yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Apa daya, jika disinggung tentang distribusi pendapatan di Indonesia, bisa dipastikan yang muncul adalah ketimpangan yang amat memprihatinkan. Indonesia memiliki banyak milyader dengan asset harta yang melimpah, tetapi di sisi lain banyak yang terbelit soal kemiskinan. Kontras. Apabila kita gambarkan dengan kurva Lorenz, garis kurva yang seharusnya lurus akan melengkung kian jauh dari harapan. Seperti ayat di awal tulisan ini menyebutkan, memang Allah-lah yang mengatur pembagian rezeki kepada hambanya. Allah yang mengatur penghidupan kita (ma'isyah kita) bukan orang lain, bukan pelanggan, bukan pimpinan perusahaan dan bukan diri kita, tapi Allah-lah yang menentukan seberapa banyak rezeki kita hari ini dan esok.
Lalu, apakah Allah adil? Tentu, karena Allah itu Maha Adil (Al-'Adl). Tinggal bagaimana kita mampu berlaku adil pada diri kita dalam berjuang meraih hak-hak kita. Meskipun Allah telah menjamin rezeki yang terhampar di muka bumi ini akan cukup untuk seluruh umat manusia, bukan berarti kita bebas berpasrah apalagi berleha-leha. Kita harus tetap berusaha. Mengapa? Ketahuilah, kita tidak pernah tahu takdir kita sebelum takdir itu terjadi. Oleh karena itu tetaplah berusaha bekerja sungguh-sungguh dan banyak beramal kebaikan untuk menyambut takdir kita, karena kita akan dipermudah menuju takdir kita. Meraih takdir terbaik kita.
Lebih jauh kita memaknainya, rezeki itu setidaknya ada tiga macamnya. Pertama, rezeki yang dijamin oleh Allah SWT. Allah berfirman, yang artinya, "Tidak suatu binatangpun (termasuk manusia) yang bergerak di atas bumi ini yg tidak dijamin oleh Allah rezekinya" (QS. Hud/11: 6). Rezeki yang berperan sebagai penguat tubuh kita, minimal untuk menjaga tubuh kita tetap hidup. Meski kita sedang sakit, dalam perjalanan, di pedalaman paling pelosok bahkan ketika masih di kandung ibu kita Allah masih memberikan curahan kasih sayang kepada hambanya. Ia tidak akan dibiarkan kelaparan. Ia mencukupkan segala yang kita butuhkan, bahkan tanpa kita memintanya.
Kedua, rezeki yang digantungkan. Sebagaimana Allah menyebutkan, "Tidaklah manusia mendapat apa-apa, kecuali apa yg telah dikerjakannya" (QS. 53: 39). Jadi, dibutuhkan usaha untuk mendapatkannya. Semakin besar usaha yang kita kerjakan, makin banyaklah rezeki yang mengalir pada kita. Allah membalas apa yang kita lakukan dengan tepat dan kadar yang sesuai. Apapun ikhtiar kita, selama itu tidak menyalahi aturan-Nya maka bisa dipastikan hasilnya juga akan sepadan. Bukan usaha yang sekedarnya, tapi dilandasi dengan kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas. Berdoa dan terus berhusnudzon pada Allah akan membuat rezeki kita semakin lancar.
Ketiga, rezeki yang dijanjikan. Bersyukur akan menambah nikmat, setidaknya itulah janji allah dalam Al-Qur'an, “... Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim/14: 7). Dalam Ayat lain, Allah telah berjanji akan melipat gandakan rezeki kita sepuluh bahkan tujuh ratus kali lipat apabila kita mau menafkahkan rezeki itu di jalan-Nya lewat sedekah. Janji Allah itu selalu benar, maka jangan teus menerus menuntut janji Allah. Tetapi justu banyak-banyaklah berfikir bagaimana untuk memenuhi janji kita pada Allah sebagai hamba-Nya. Sholat yang baik, sedekah rajin, serta beramal shalih setiap waktu.
Nah, bagi kita yang masih merasa rezeki kita seret, pas-pasan, bahkan kurang maka kita tidak boleh berhenti beputus asa akan hadirnya rahmat Allah. Karena sudah jelas, dalam perhitungan Allah pendistribusian rezeki itu sangat detail dan 'profesional' sehingga mustahil akan adanya kekeliruan atau semacam rezeki yang tertukar. Jika sumber rezeki itu adalah Allah, maka pekerjaan yang kita lakukan berfungsi sebagai kerannya. Keran hanya berfungsi megalirkan 'jatah' rezeki kita. Jadi, jika sumbernya ada (Allah), wadah tempat penampunganya juga tersedia (kita), apa yang seharusnya kita lakukan? Tentu saja membuka kerannya (pekerjaan, bisnis, perusahaan, dll). Kita ikuti aturan atau ketetapan dari-Nya. Banyak yang bisa kita lakukan untuk membuka keran rezeki itu, antara lain dengan doa, ikhtiar, shalat sunnah tahajjud, sholat dhuha, dan sedekah. Oh ya, silaturahim juga termasuk. Utamanya tentang sedekah yang dapat melipat gandakan rezeki yang kita terima, ia ibarat pompa yang dapat memperderas arus rezeki yang masuk pada kita. Niatkanlah dengan baik agar Allah ridho dengan itu semua.
Demikianlah Allah telah banyak menerangkan tanda kekuasaannya. Menyoal distribusi rezeki yang telah Allah atur skenarionya, tinggal bagaimana kita menempuh babak demi babak episodenya. Berperan aktif menghidupkan kehidupan yang singkat ini dengan penuh rasa syukur atas karunia-Nya. Rezeki sudah ada yang mengatur. Rezeki tidak perlu di cari, tapi dijemput. Di mana? Tentu dengan terus bergerak, berdekat-dekat dengan sumbernya yaitu Allah SWT. So, jangan pernah takut kemiskinan, karena kekayaan yang besar justru lahir dari hati yang ikhlas pada segala ketentuan Tuhannya. Semangat menjemput rezeki!
Khalila Indriana, 2013
100 hari, menumpahkan amunisi.
No comments:
Post a Comment