Berbicara kembali tentang pelukis
pasir, dalam tulisan saya sebelumnya muncul pertanyaan tentang bagaimana cara
kita mengabaikan momen jika kita mengibaratkan seni melukis pasir seperti
perjalanan dalam hidup kita? Masing-masing pasti punya cara yang berbeda. Ada
yang lebih nyaman mengabadiannya dalam bentuk gambar, menjepret benda mati,
makhluk bernyawa ataupun momen-momen yang berharga. Tiap kali kita melihatnya
kembali, seolah gambar itu berkata-kata dalam diamnya. Video juga seru, karena
itu akhir-akhir ini banyak juga yang tiba-tiba tersohor jadi artis you tube. Karena ia mengabadikannya, termasuk
apa yang terekam dalam CCTV.
Tentu saja yang tak kalah
mengabadi adalah dengan cara menuliskannya. Scripta
manent, verba volant. Sejarah hidup kita bisa saja menguap tak berjejak
jika kita tak pandai-pandai mengabadikannya. Bagi penulis, mudah saja
mendeskripsikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Namun, yang tak bisa menulispun
sebenarnya masih bisa menjadikan cerita hidupnya sebagai sejarah. Cukup lakukanlah
hal-hal yang berharga dalam hidup, buat hidupmu moumental. Maka dengan senang
hati, tanpa dimintapun akan banyak yang menuliskan cerita hidup seseorang yang
tak lelah berkarya dengan gerakan yang nyata.
Sedikit mengoreksi pada tulisan
saya yang terdahulu tentang jenis karya seni yang diapresiasi dan karya seni
yang dinikmati. Seperti lukisan contohnya yang memiliki nilai estetika tentu
akan mendapatkan apresiasi yang lebih. Jika bicara tentang musik, sand animation lebih kita ibaratkan
sebagai musik pop yang leih bisa dinikmati.
Jadi, apa intinya? Dalam seni
melukis pasir yang paling utama diperhatikan, ini adalah seni capturing moment. Bagaimana seorang
pelukis pasir menemukan cara menciptakan momen yang tepat untuk ‘berbicara’. Karena
ia menceritakannya secara beruntun dan terus menerus bergerak, maka butuh keselarasan
antara gerak performer dengan
penghayatan jalan ceritanya. Terlalu cepat, maka ada kemungkinan momen untuk
menangkap sudut pandang jadi terlewatkan. Pelukis pasir memiliki kelebihan
dalam hal penjabaran ilustrasi yang dinamis. Pada akhirnya, yang membedakan setiap
penampilan adalah pada karakter masing-masing pelukis.
Memang, emosi yang dibangun
ketika bercerita dengan ribuan butir pasir sangat menentukan bagaimana pesan
cerita itu dapat tersampaikan. Ada pesan di setiap penampilan, yang dipaparkan
dari satu frame ke frame yang lain. Jadi, performance sesungguhnya adalah pada
saat menggambarnya. Pesan yang tersirat harus dapat di munculkan, meski hanya
mengambil beberapa titik penekanan pada saat gambar itu tercipta. Tercipta lalu
segera terhapus, maka tak ada yang lebih menarik daripada saat kita menikmati
jalannya cerita.
Hidup yang kita jalani memiliki
banyak pesan yang tersirat dari Tuhan yang dititipkan lewat skenario hidup
kita. Tinggal kita yang memilih, ingin menjalani skenario itu dengan baik atau
tidak memahaminya sama sekali. Karena pelukis pasir selalu tahu cara
menyampaikan pesan dalam setiap penampilannya, begitu pula Tuhan Sang Maha
Pencipta. Wang sinawang, saling
mengamati lebih tepatnya. Pandai-pandailah menangkap momen pelajaran berharga
yang daat mengubah hidup kita. Pengalaman kita sendiri maupun orang lain.
Pasir dalam perspektif yang
berbeda, sepertinya ingin saya bahas lebih lanjut. Ada nilai keindahan perpaduan
antara visual dan audio. Tentang butiran pasir yang
terhampar, tentang cahaya yang berpendar. Temukan pada bahasan pelukis pasir bagian
ke-3.
Khalila Indriana, 2013.
100 hari penuh inspirasi
No comments:
Post a Comment