Bismillah.
"Mendengar, untuk dapat berbicara."
Sepenggal kalimat dalam sebuah iklan yang mengajak saya menyelami lagi. Dua telinga, satu mulut itulah faktanya. Bukan suatu kebetulan, melainkan telah didesain oleh sang Maha Desainer seluruh makhluk di dunia. Namun kenyataannya, manusia lebih banyak yang senang bicara daripada mendengarkan oranglain bicara. Dua telinga, memang sudah seharusnya kita perbanyak mendengar sekitar, mendengarkan oranglain, mendengar..dan terus mendengar. Meski dulu Ariel mengatakan bahwa langit tak mendengar, tapi sekarang ia menyuruh kita mendengar suara hatinya memanggil nama. Ah, kenapa jadi bicara lagu. Tidak penting.
Lalu, apa sebenarnya tujuan kita bicara? Apakah minta didengar? Ah, terlalu naif untuk mengatakan tidak. Tapi esensi berbicara memang benar-benar bukanlah itu. Setidaknya, ketika bicara ada niat yang lebih tulus dari sekedar kepentingan pribadi. Bukan hanya ingin didengar, tapi apa yang kita bicarakan memiliki nilai yang menjadi sorotan orang lain. Semakin ada isi dan inti dari tiap perkataan kita, pasti. Pasti, ada seberkas perhatian pendengar untuk memahami apa yang dibicarakan. Bahkan, jangan heran bila terkadang perkataan kita dapat mempengaruhi kehidupan oranglain. Disadari atau tidak.
Maka, kyai Hasan berpesan "Jangan melihat siapa yang berbicara, tapi apa yang di bicarakan." Nasihat ini selalu terngiang, sangat baik untuk diterapkan. Jangan sampai kita hanya sibuk mengelukan tokoh,sosok maupun figur yang kita idolakan. Mengikuti tiap perkataannya, sibuk mengelu-kan tapi lupa untuk menerapkan ilmu atau apa yang kita terima lewat perantaranya. Seolah kita sudah larut dalam kebaikan, tanpa pernah melakukan kebaikan itu sendiri.
Apalagi kita ini manusia, manusia pembelajar. Setiap detik haruslah bertambah tingkat pemahaman kita terhadap ilmu dan hikmah yang terserak di hadapan. Berbicara tanpa dasar, itu namanya 'ngaco'; mengada-ada. Hanya saja, kehati-hatian dalam bicara mutlak diperlukan. Bahaya lisan, tajamnya melebihi pedang. Perlu adanya kedalaman ilmu dan pemikiran agar perkataan kita tak asal-asalan, membingungkan bahkan menjerumuskan oranglain.
Maka, semakin jelas. Berbicara itu harus punya dasar. Mendengar, adalah salah satu cara agar kita memiliki dasar itu. Mendengar, kadang menjadi kegiatan yang membosankan. Padahal, ketika kita bicara panjang lebar kita lupa memikirkan apakah lawan bicara kita bosan atau tidak mendengar kita. Mendengar, menjadi kegiatan yang melelahkan. Menguras energi untuk belajar sabar, berfikir, memahami, dan mempersiapkan feedback dari apa yang kita dengar.
Beruntunglah Anda yang terbiasa mendengar. Tak banyak yang menjadikan itu sebagai sarana belajar. Asset terbesar, agar kelak kita miliki bahan untuk dapat berbicara dihadapan oranglain. Mengerti apayang kita bicarakan, berfikir kemanfaatan bagi pendengar, dan memahami itu semua bukan untuk kita sendiri. Berbicara, karena kita yakin apa yang kita bicarakan bermanfaat bagi orang lain. Bukan sekedar minta didengarkan saja, karena merasa diri ini memiliki kelebihan dan posisi strategis di hadapan khalayak. Terlalu percaya diri itu namanya.
Mendengar, untuk dapat berbicara, Dan sebenarnya untuk apa kita bicara, itu juga penting sejenak diluruskan. Meluruskan niat dan fikiran. Agar mendengar dan berbicara benar-benar suatu kesatuan dan lingkaran tanpa putus. Saling berkaitan, saling mempengaruhi. Ingin bicara? Belajarlah menjadi pendengar yang baik dahulu. Ingin mendengar? Belajarlah membayangkan dan memahami: seandainya saya yang sedang berbicara, saya pasti juga ingin didengarkan dengan penuh perhatian. Tapi ingat, intinya kita perhatikan apa yang dia bicarakan.
Jika menulis itu ibarat berbicara, maka pembaca adalah pendengar kita. Selalu terbuka untuk masukan yang membangun, perbaikan tulisan-tulisan saya selanjutnya. :)
Selamat Belajar! :)
@khalilaindriana
17102012
22:28
Untuk yang senantiasa menyemangatiku menulis dan meng-update blog. Terimakasih yah :)
Seni mendengar juga perlu dipelajari, agar terbentuk yang namanya filter dalam pikiran kita, sehingga tak mudah percaya, dan tak mudah terhasut. Yang jelas berbicara tak boleh asal, mendengar tak boleh ceroboh. itu saja.. Nice post
ReplyDeleteyup, bicara tak asbun-asal bunyi, mendengar tak asal kedengaran. Mendengar itu idealnya memahami. Nice comment,thanks.
Delete