"Pesen satu ya, modelnya gini trus warnanya gitu. Dibikin paling
spesial, kalo bisa jadinya sebelum tanggal sekian, bisa? Oh ya, harganya
masih sama khan? Buat temen ada diskon dong, ya? Pastinya, tengkyu
yaa.... Hehehe..."
See?
Memberikan
pelayanan terbaik bagi pelanggan merupakan prinsip dasar seorang
pengusaha, apalagi mereka yang membuat produknya sendiri seperti saya
ini. Service excellent istilahnya. Pelanggan adalah raja dan ratu.
Seringkali kita dihadapkan dengan pilihan yang sulit terutama ketika
menghadapi pelanggan yang 'rewel'. Ingin yang terbaik, tapi jatuhnya
terkesan mendikte. Pada dasarnya kita yang menerima order, sangat
memikirkan soal kualitas dan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Tidak
menjadi masalah jika pelanggan kita adalah murni pelanggan yang tidak
terlalu dekat dengan kehidupan kita alias pembeli umum secara
keseluruhan. Yang sulit justru menghadapi pelanggan yang terhitung masih
kerabat atau sahabat. Masih ada rasa 'pakewuh' ketika menghubungkan
bisnis dengan hubungan kedekatan emosional kita.
Misalnya,
bicara tentang harga. Harga standar produk kita tentu sudah dipatok
berdasarkan perhitungan harga bahan baku, biaya produksi dan keuntungan
yang akan kita ambil. Tidak mungkin kita lantas menetapkan harga seenak
jidat agar untung kita berkali lipat, tapi seringkali pembeli tidak mau
tahu. Dikiranya harga sepuluh ribu untung kita delapan ribu. Ini tentu
menjadi pemikiran yang tidak rasional. Terjadilah aksi tawar menawar.
Selama itu wajar, sah-sah saja demi mendapat harga terbaik dan kerelaan
dari kedua belah pihak. Membeli satu tentu berbeda dengan membeli secara
grosir, jika bicara masih terkait harga. Memberi potongan harga barang
grosir menjadi petimbangan tersendiri, karena ada kemungkinan itu akan
dijual kembali.
Namun, jika yang membeli kebetulan
adalah kerabat atau teman biasanya pula mereka hanya akan membeli untuk
dipakai sendiri. Sebut saja saya ingin membeli produk si A yang
kebetulan adalah teman saya SMA. Lantas saya merasa berhak menawar
harga, meminta diskon, minta bonus ini-itu apalagi hingga meminta
gratis. Yah, karena saya merasa dia 'pasti' mau dengan kerelaan hati
memberikannya untuk saya. Ya, karena kita teman. Tapi, pernahkah saya
memikirkan perasaan teman saya tersebut? Pernahkah saya memikirkan
bagaimana kondisi bisnis dan keuangan teman saya yang mencari rezeki
memang dari jalan bisnisnya itu? Pernahkan saya memikirkan bahwa aksi
minta harga lebih murah itu akan mengurangi setidaknya sepersekian
persen keuntungan bahkan modal yang sudah ia keluarkan untuk membuat
produk yang saya beli? Ah, rasanya ini yang perlu menjadi bahan
pemikiran.
Sebagai sahabat yang baik, kita tentu ingin
mengapresiasi apa saja yang sahabat kita lakukan. Misal, ia memiliki
bisnis (produk jualan) kita setidaknya akan rela membantunya. Meski
hanya sekedar membeli produk tersebut dengan alasan kalau teman saja ada
yang punya, ngapain cari ke yang lain. Prinsipnya saling bantu, agar
bisnisnya juga bertambah besar dan sukses. Tidak hanya sebatas saling
mendoakan ia sukses, tapi ada satu gerakan yang nyata untuk
mendukungnya. Mendoakan tentu hal yang baik, tapi mendorongnya agar
lebih bersemangat menjalankan usahanya tentu lebih baik lagi.
Ah, begitu saja itung-itungan. Wong sama teman sendiri saja pelit.
Mungkin begitu reaksi kita jika teman bersikukuh dengan harga
jualannya. Tanpa diskon, tanpa bonus. Padahal, mungkin memang saat itu
tidak bisa menurunkan harga karena alasan tertentu. Orang banderol
swalayan saja kita patuh, tidak menawar. Bisakah kita memaklumi, dalam
dunia bisnis seratus dua ratus rupiah itu tetap diperhitungkan. Entah
itu saudara, teman dekat, atau bukan. Jika tetap egois berpendapat bahwa
harga untuk teman harusnya lebih murah, entah apa yang terjadi lima
tahun ke depan pada bisnis teman kita tersebut. Bayangkan, satu teman
minta diskon. Tidak jadi soal. Namun, jika ada seratus orang teman yang
minta diskon, bisa jadi ia benar-benar gulung tikar.
Jika
saya dalam posisi sebagai penjual, saya tentu tidak merasa keberatan
memberikan harga teman. dengan catatan, itu hanya terjadi sekali-kali
dengan niat tulus saling bantu dan melihat kondisi yang sesungguhnya
dari teman saya tersebut. Kalau sudah berkali-kali, tentu bukan lagi
menjadi hal yang wajar. Apalagi kita sudah nawaitu menjadian bisnis
sebagai ladang untuk meraih rezeki dari-Nya. Pasti sedikit banyak kita
berpikir tentang keuntungan dan bagaimana caranya agar bisnis tetap
jalan. Meniatkan harga teman sebagai ladang amal pasti lebih baik lagi.
Bahkan, kita bisa saja berinisiatif beramal dengan apa yang kita miliki.
Misalnya memberi hadiah produk kita secara gratis pada orang terdekat
tanpa ada yang meminta. Ikhlas lillahi ta'ala.
Bukan
lagi saatnya mengeluarkan dalil, "itulah gunanya memiliki teman, enak
kalo kita beli ke dia dapat diskon dan harga termurah." Pernahkah kita
diajarkan untuk meminta diskon? Agaknya membaca kembali awal surat
al-muthaffifin perlu kita resapi lagi maknanya. Apakah kita masih
termasuk orang yang curang? Yang apabila menerima takaran minta
dilebihkan, apabila menakar ia mengurangi. Sudah siapkah kita
mengamalkannya?
Harga teman. Seharusnya jika kita sudah
mengaku teman, tidak pantas minta dilebihkan hanya karena kita teman.
Jika mengaku kita teman, harusnya malah berusaha membuat teman kita
merasa terbantu hanya dengan kita mau berpartisipai untuk ikut membeli.
Membeli, berarti ia bisa mendapatkan keuntungan. Apalagi kita belinya
banyak, senanglah ia bisnisnya lancar. Lagipula, beli ke teman bisa
sekalian mempererat silaturahim.
Harga teman. Jika
kita mengaku teman pastinya kita akan memberikan harga terbaik untuk
teman, tanpa teman kita harus meminta dan merengek. Tentu kita paham.
Sesekali, tunjukkan harga asli dan beritahu padanya ada potongan
untuknya pasti ia akan senang menerimanya. Menjadi teristimewa karena
tidak seperti pembeli yang lain. Bisnis ya bisnis, teman ya teman.
Menggabungkan keduanya pada porsi yang tepat, akan membuatnya lebih
bermakna.
Harga teman. Tinggal kita belajar memposisikan diri kita di mana.
Suka sama suka, hanya keberkahan yang kita harapkan dari ini semua.
Suka dgn tulisanya. Perwakilan isi hati saya banget. Hibihi. Malah kemarin saya coba coba buka usaha kecil2an. Eh malah ada temen yg saya rasa teman baik malah mengatakan ke teman yg sudah menjadi pelanggan saya bahwa "beli disini saja loh lebih murah" padahal prioritas saya ber jualan bukan mengambil untung yang sebesar2nya hanya ingin belajar. Lih saya kok curhat. Hehe makasi mb. Khaila atas tulusanya ��
ReplyDeleteterimakasih kembali, semoga tulisannya bermanfaat. yups, tidak ada salahnya untuk belajar. tetap semangat ya.. :)
Delete