Khalila Butik Hijab Syar'i

Friday, May 3, 2013

Makna Satu Kata #23 MESSAGES: Pelukis Pasir (Part 2)



Berbicara kembali tentang pelukis pasir, dalam tulisan saya sebelumnya muncul pertanyaan tentang bagaimana cara kita mengabaikan momen jika kita mengibaratkan seni melukis pasir seperti perjalanan dalam hidup kita? Masing-masing pasti punya cara yang berbeda. Ada yang lebih nyaman mengabadiannya dalam bentuk gambar, menjepret benda mati, makhluk bernyawa ataupun momen-momen yang berharga. Tiap kali kita melihatnya kembali, seolah gambar itu berkata-kata dalam diamnya. Video juga seru, karena itu akhir-akhir ini banyak juga yang tiba-tiba tersohor jadi artis you tube. Karena ia mengabadikannya, termasuk apa yang terekam dalam CCTV.

Tentu saja yang tak kalah mengabadi adalah dengan cara menuliskannya. Scripta manent, verba volant. Sejarah hidup kita bisa saja menguap tak berjejak jika kita tak pandai-pandai mengabadikannya. Bagi penulis, mudah saja mendeskripsikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Namun, yang tak bisa menulispun sebenarnya masih bisa menjadikan cerita hidupnya sebagai sejarah. Cukup lakukanlah hal-hal yang berharga dalam hidup, buat hidupmu moumental. Maka dengan senang hati, tanpa dimintapun akan banyak yang menuliskan cerita hidup seseorang yang tak lelah berkarya dengan gerakan yang nyata.

Sedikit mengoreksi pada tulisan saya yang terdahulu tentang jenis karya seni yang diapresiasi dan karya seni yang dinikmati. Seperti lukisan contohnya yang memiliki nilai estetika tentu akan mendapatkan apresiasi yang lebih. Jika bicara tentang musik, sand animation lebih kita ibaratkan sebagai musik pop yang leih bisa dinikmati.

Jadi, apa intinya? Dalam seni melukis pasir yang paling utama diperhatikan, ini adalah seni capturing moment. Bagaimana seorang pelukis pasir menemukan cara menciptakan momen yang tepat untuk ‘berbicara’. Karena ia menceritakannya secara beruntun dan terus menerus bergerak, maka butuh keselarasan antara gerak performer dengan penghayatan jalan ceritanya. Terlalu cepat, maka ada kemungkinan momen untuk menangkap sudut pandang jadi terlewatkan. Pelukis pasir memiliki kelebihan dalam hal penjabaran ilustrasi yang dinamis. Pada akhirnya, yang membedakan setiap penampilan adalah pada karakter masing-masing pelukis.

Memang, emosi yang dibangun ketika bercerita dengan ribuan butir pasir sangat menentukan bagaimana pesan cerita itu dapat tersampaikan. Ada pesan di setiap penampilan, yang dipaparkan dari satu frame ke frame yang lain. Jadi, performance sesungguhnya adalah pada saat menggambarnya. Pesan yang tersirat harus dapat di munculkan, meski hanya mengambil beberapa titik penekanan pada saat gambar itu tercipta. Tercipta lalu segera terhapus, maka tak ada yang lebih menarik daripada saat kita menikmati jalannya cerita.

Hidup yang kita jalani memiliki banyak pesan yang tersirat dari Tuhan yang dititipkan lewat skenario hidup kita. Tinggal kita yang memilih, ingin menjalani skenario itu dengan baik atau tidak memahaminya sama sekali. Karena pelukis pasir selalu tahu cara menyampaikan pesan dalam setiap penampilannya, begitu pula Tuhan Sang Maha Pencipta. Wang sinawang, saling mengamati lebih tepatnya. Pandai-pandailah menangkap momen pelajaran berharga yang daat mengubah hidup kita. Pengalaman kita sendiri maupun orang lain.

Pasir dalam perspektif yang berbeda, sepertinya ingin saya bahas lebih lanjut. Ada nilai keindahan perpaduan antara visual dan audio. Tentang butiran pasir yang terhampar, tentang cahaya yang berpendar. Temukan pada bahasan pelukis pasir bagian ke-3.

Khalila Indriana, 2013.
100 hari penuh inspirasi

Wednesday, May 1, 2013

Makna Satu Kata #22 Experience: Pelukis Pasir (Part 1)



Sand animator atau ‘pelukis pasir’ akhir-akhir ini mulai akrab oleh kita karena terekspose keberdaannya di media. Sebut saja Denny Darko, yang awalnya sebagai pesulap kemudian melakukan differensiasi dengan merambah bidang lain yakni bidang seni yang tak lazim ditekuni. Pada tahun 2009, ia menjajal keahliannya dengan menjadi seorang pelukis pasir pertama di Indonesia. Ada lagi nama Vina Candrawati, finalis salah satu ajang pencarian bakat yang hampir setiap minggu dapat kita nikmati penampilannya di layar kaca. Sebenarnya, apa dan bagaimana konsep pelukis pasir dalam berkarya? Hal ini cukup menggelitik saya untuk menguraikannya lebih dalam.

Sand animation adalah seni melukis menggunakan media pasir. Pasir secara acak digoreskan di atas meja kaca yang disinari cahaya yang berpendar dari bawah. Pelukis pasir akan menguraikan sebuah kisah lewat lukisan pasir yang terus berubah, dari satu frame ke frame berikutnya. Transformasi yang dilakukan tanpa putus tentu menyita perhatian kita untuk tidak beralih pandang sebelum permainan selesai. Layaknya melihat sebuah pertunjukan wayang yang di tampilkan dalang kondang, namun ini divisualisasikan lewat ilustrasi media yang abstrak, sambil diiringi musik yang sesuai dengan tema cerita yang dibawakan.

Penemu sand animation modern berasal dari Budapest bernama Ferenc Cako, ditemukan pada tahun 1994. Kemudian, terukir nama Kseniya Simonova pelukis pasir dunia yang mengawali kesuksesannya setelah menjadi pemenang  ajang Ukraine’s Got Talent. Di tiap negara, jumlah pelukis pasir masih sangat sedikit. Paling banyak hanya sekitar 3 orang. Sehingga, pertunjukan pelukis pasir menjadi sangat menarik untuk dinikmati.

Dalam konteksnya, kebanyakan karya seni baru dapat kita lihat hasil akhirnya. Masih jarang yang dapat kita ikuti proses pembuatannya. Keunikan seni lukisan pasir adalah karyanya secara maraton berubah dari gambar satu ke yang lain namun masih dalam satu cerita. Ia tidak menunggu pelukis selesai membuatnya lalu dinikmati, namun yang kita nikmati adalah prosesnya. Lucunya, kita akan dibuat tercengang karena gambar yang dibuat susah payah langsung dihapus berganti ke gambar berikutnya. Lalu, bagaimana dengan wujud hasil karyanya? Tidak ada, lukisan pasir berbicara tentang perjalanannya bukan hasil akhirnya. Jadi, lukisan pasir adalah experience. Ia menyuguhkan cerita secara flash, karena pengalaman itu dapat dinikmati ketika kita mengalami.

Menarik memang. Karena yang kita tahu, terkadang hasil karya seni hanya dapat dinikmati oleh orang-orang tertentu yang tahu dan tertarik di bidang seni. Ia dapat melihat experience-nya lewat karyanya. Tapi, pelukis pasir dapat menunjukkan hal yang beda kepada kita sebagai orang awam. Sand animation dikemas secara apik menjadi sebuah karya seni yang dapat menghibur penontonnya. Kita dibuat terkagum dan terpana oleh kibasan pasir yang digores membentuk sebuah cerita yang bermakna. Cara mengabadikan sand animation yang paling pas saat ini adalah dengan merekamnya dalam bentuk video. Kalau gambar, masih belum terlalu jelas bagaimana kita dapat memahami alur cerita yang ingin disampaikan.

Jadi, jika hidup kita diibaratkan cerita dalam lukisan pasir maka kira-kira bagaimana cara kita mengabadikannya? Dalam bentuk apa kita mengarsipkan pengalaman-pengalaman kita? Jika anda sudah mampu menjawabnya,beritahu saya. Jika belum maka temukan jawabannya di tulisan berikutnya, pelukis pasir bagian ke-2.

PS: Tulisan ini terinspirasi ketika saya melihat pelukis pasir di televisi dan membaca hasil wawancara bersama Denny Darko, Magician and Indonesian sand animator . Sumber referensi: google.com

Khalila Indriana, 2013.
100 hari penuh inspirasi

Monday, April 29, 2013

Makna Satu Kata #21 BACA: Seberapa Jauh Kita Meresapinya



“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebutkan nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat -Nya, bertambahlah iman mereka(karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakkal.”  (Q.S. al-Anfal :2)

Semenjak kecil, banyak dari kita dididik kebiasaan membaca Al-Qur’an selepas shalat terutama ba’da shalat Maghrib. Kalau orang Jawa menyebutnya nderes. Tidak terkecuali saya yang dulu masa kecil saya, saya habiskan tinggal di rumah nenek. Bu Lek saya selalu setia menemani saya mengaji surat-surat pendek, barang satu atau dua surat. Dulu, Juz ‘amma saya sudah ada terjemahnya lho. Tapi saat itu saya tidak mengerti, yang saya ketahui kalau Al-Qur’an itu ya bahasa arab.

Mengenai terjemahan itu, saya baru mulai sadar dan benar-benar membacanya ketika duduk di bangku SMA. Serius. Karena saya ini hanyalah orang awam apalagi menyangkut tentang ilmu agama. Jadi, mentor ngaji saya kala itu memberi pengarahan agar tidak sekedar membaca Al-Qur’an namun sekaligus men-tadaburi-nya. Cara mudahnya dengan membaca terjemahan Al-Qur’an. Agar kita menjadi lebih faham dengan apa yang kita baca. Minimal kita tahu artinya dalam bahasa kita.

Keimanan seseorang itu kadang naik terkadang juga turun. Ibadah-ibadah lahiriah seperti shalat, membaca ayat suci, puasa dan seterusnya adalah sebagai charger kita untuk mengisi ‘baterai’ keimanan kita. Ada cara-cara sederhana yang dapat menguji level keimanan kita saat ini, apakah sedang naik, rata-rata atau malah turun. Salah satunya adalah dengan cara membaca Al-Qur’an.

Kondisi keimanan kita yang sedang baik, tentu akan membawa dampak keikhlasan dalam beribadah. Perhatikan ketika kita mulai membaca ayat demi ayat. Jika perasaan kita terbawa untuk terus dan terus melanjutkan membaca tanpa ingin lekas mengakhiri, maka itu tandanya hati kita sedang terpaut pada Sang Khalik. Kita dapat meresapi bahkan ingin tahu makna terjemahan ayat-ayat yang kita baca. Ibarat di-charge, kadar keimanan kita terus bertambah.

Sebaliknya, jika saat membaca Al-Qur’an kita ingin segera menghentikan bacaan, menarget sekian ruku’, bahkan bolak-balik melirik batas yang kita tentukan itu sambil membatin ‘ini kapan selesainya...’ maka ini pertanda iman sedang menurun. Bahasa teman saya, jangan malu untuk mengakui bahwa kita tengah mendua. Menduakan Allah yang Maha Agung dengan hal-hal duniawi kita. Kita tidak tenang seolah-olah ada hal lain lebih penting daripada memahami ayat-ayat yang tengah kita baca. Padahal, kalau dipikir-pikir waktu yang kita alokasikan tentu mengaji Al-Qur’an tidak sebanyak aktivitas lain seperti kuliah, makan, dan seterusnya. Kalau masih tidak fokus, tentu akan semakin memangkas waktu kita berdekat-dekat dengan Allah lewat surat cinta-Nya. Indikator ini hanya sebagai penggambaran saja, berdasarkan pegalaman pribadi penulis.

Allah tidak pernah menyuruh kita berlebihan dalam hal apapun apalagi soal ibadah. Hanya saja, kita ini manusia biasa yang banyak khilaf dan dosa. Masih saja kita enggan berbuat baik demi sebongkah pahala. Sebenarnya apa yang mampu kita dedikasikan dalam hidup ini? Apabila kita sering mengatakan bahwa kita tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan banyak hal, maka seharusnya pertanyaannya adalah apa yang bisa kita lakukan dengan waktu yang telah Allah sediakan?

Setiap hari, membaca beberapa ayat dalam Al-Qur’an serta memahami artinya tentu bukan hal yang berat. Hanya saja yang berat adalah bagaimana menjalankannya dengan konsisten. Masalah demi masalah yang menghampiri, yakinlah Allah telah menjawabnya di dalam Al-Qr’anul Kariim. Karena, Allah telah menjadikannya sebagai petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Baca, resapi, dan pahami.



Khalila Indriana, 2013.
100 hari penuh inspirasi