Mungkin, judul postingan kali ini cukup menimbulkan tanya. Apa hubungan antara bahagia dan ditagih hutang? Saya bukan sedang membahas bahagia karena bebas hutang ya. Tapi, ini pengalaman yang dapat saya ambil hikmahnya. Ya, antara bahagia dan ditagih hutang.
Saya memiliki satu akun sosial media facebook, yang cukup banyak teman baik yang saya kenal lewat dunia maya atau mereka yang benar-benar saya kenal di dunia nyata. Keduanya ada yang benar-benar akrab, ada juga yang hanya kenal selintas saja. Saya sendiri cenderung mengikuti mana yang baik saja, jika pertemanan itu membuahkan kebaikan maka saya anggap ada sisi positif dari dunia facebook ini.
Jujur saya tidak terlalu sering mengumbar apa-apa yang terjadi dalam hidup saya di medsos. Karena bagi saya, hidup harus dinikmati bukan hanya ditunjukkan lewat update status. Jika ada hal yang menarik, pengalaman yang unik, momen-momen tertentu dalam hidup atau hal-hal membuat saya sedih dan bahagia, saya cenderung menuliskannya sebagai hikmah agar dapat diambil pelajaran juga bagi orang lain. Jika ada unggahan orang lain yang saya rasa bermanfaat, saya suka membagikanya agar oang lain juga membacanya.
Umumnya, orang tidak suka pada orang yang membagikan hal-hal yang negatif, termasuk keluhan, cerita sedih-sedih, umpatan, juga yang berbau sombong, pamer, riya dan teman-temannya. Orang lebih suka mendengar kabar gembira, sesuatu yang menyenangkan, hal yang membahagiakan, pengalaman seru dan menarik, hal-hal yang inspiratif dan berhikmah, dst. Saya sadar betul akan hal itu. Terkadang saya juga membuat status-status semacam itu.
Lalu, apa menariknya?
Ada satu kesimpulan yang saya tarik tentang ini. Entah itu hanya perasaan saya, atau memang iya? Hehe. Begini ceritanya.
Saya termasuk orang yang berada dalam kategori belum beruntung dalam hal finansial, alias masih belum merdeka dari hutang. Saya punya hutang pada beberapa teman dekat saya. Meski nominalnya tak seberapa (gak sampe semilyar lah, kalau ditotal. hehe) namun cukup meresahkan hidup saya. Kapan? Tentu saja ketika jatuh tempo waktu pembayaran, juga saat ditagih. Gak papa kalau saya sudah siapkan uangnya untuk dibayarkan, tapi lain halnya jika saat itu sedang tidak ada uang karena habis untuk kebutuhan dan bayar utang yang lain.
Tagihan datang silih berganti.
Kembali ke judul awal, antara bahagia dan ditagih hutang. Saya sadar saya memiliki hutang yang harus saya bayar. Sayapun sedang berjuang untuk melunasinya, satu-persatu. Tanpa jeda, saat punya rezeki saya utamakan untuk membayar hutang meski dengan cara mencicil. Sebagian lain untuk biaya hidup, dan sedekah. Saya tetap hidup normal, seperti orang-orang.
Hey, punya hutang bukan berarti kamu tidak hidup kan? Begitu pula dengan saya. Saya tidak pernah memungkiri bahwa saya masih punya hutang di sana-sini. Saya juga tidak akan lari jika masih punya hutang, saya akan berusaha membayar semampu saya.
Namun, apakah saya tidak bisa (atau tidak boleh?) melakukan hal lain? Seperti menjalani hidup normal, membangun impian, mewujudkan cita-cita, membahagiakan orang-orang yang saya sayangi, dan hidup bahagia? Tentunya saya masih seperti manusia normal, ingin menjalani hidup yang bahagia. Meski dengan status masih punya hutang.
Terkadang, saya mengekspresikan rasa bahagia saya dengan menulis status-status fesbuk semacam ini:
"Alhamdulillah, rezeki emang gak kemana. Terimakasih ya Allah, atas rezeki yang kau limpahkan hari ini, dari arah yang tidak disangka-sangka..."
"Bahagia itu sederhana. Seperti menikmati segelas jus dan suasana di sore hari dengan disirami hangatnya mentari."
Atau update foto lagi nonton film di bioskop. Atau lagi jalan-jalan ke Jogjakarta.
Sampai di sini, saya masih menganggap itu status yang wajar. Ternyata, anggapan lain muncul. Tidak sama dengan apa yang saya pikirkan.
Kawan, saat saya bilang saya dapat rezeki dari arah yang tak di sangka-sangka, tidak berarti saya sedang banyak duit. Mungkin saja nominal rezeki yang saya dapat tidak lebih dari lima digit. Rezeki yang saya terima bisa saja berbentuk kesehatan, kesempatan, dst. Tidak selalu uang yang banyak. Saya adalah orang yang selalu berusaha mensyukuri hal-hal kecil, merayakan pencapaian-pencapaian kecil, dengan cara yang sederhana dan bahagia (versi saya sendiri).
Saat saya minum jus dan menikmati udara sore, bukan berarti saya banyak uang untuk jajan. Tak juga berarti saya sedang santai-santai tidak punya kerjaan, atau tidak punya masalah dan beban pikiran. Bukan berarti saya lupa diri.
Saat saya nonton bioskop, itu karena ada sahabat saya yang butuh teman nonton. Saya ditraktir buat nonton. Ini juga rejeki, masa saya tolak? Tidak semua hal yang saya alami, saya kerjakan, saya lakukan menunggu saya punya uang. Uang memang penting, tapi lebih penting bagaimana kita menjalani hidup sebaik-baiknya.
Maka, saya sering merasa heran (dan agak terkejut) jika saya sedang mengalami hal yang membahagiakan, tetiba ada yang menagih hutang. Nah lho! (perhatian banget gak sih?)
Saya selalu berusaha untuk menjalani hidup yang bahagia, bahkan tanpa uang. Saya menikmati hidup dengan cara saya sendiri, ukuran kebahagiaan saya sendiri. Dan kebetulan ukuran kebahagiaan saya bukanlah uang. Jadi kalau saya update status yang bernada BAHAGIA, plis jangan berfikir saya sedang BANYAK UANG. Karena, Anda akan kecewa. Apalagi yang merasa uangnya saya hutang.
Saya benar-benar tidak masalah jika ada yang menagih hutang. Toh itu hak mereka, uang yang ditagih uang mereka yang masih saya bawa. Tapi, haruskah 'merusak' suasana bahagia saya dengan cara menagih hutang pada saat itu juga? Sekali lagi saya tidak selalu bahagia ketika banyak uang. Karena kalau saya banyak uang, tentunya saya akan bayar hutang, uang habis, baru saya merasa bahagia karena lega sudah membayar hutang.
Saya sudah punya prinsip baru dalam menyikapi hutang. Dulu, saya selalu terjebak untuk menyelesaikan sesuatu dengan tergesa-gesa, termasuk saat membayar hutang. Saya terjebak hutang kembali, karena membayar hutang dengan hutang. Gali lubang tutup lubang, sudah jadi keseharian. Jadinya lubangnya makin banyak, bukannya berkurang.
Namun, saya sadar. Butuh tekad yang kuat untuk sesegera mungkin merdeka dari hutang. Masa Indonesia sudah merdeka 70 tahun, saya masih terbelenggu hutang? Okelah, saya putuskan untuk sesgera mungkin bebas hutang. Dalam kalender saya, tahun 2016 saya bebas hutang. Hutang saya 0 rupiah alias tidak ada hutang pada siapapun. Jangan sampai mati membawa hutang. Saya takut mati dalam keadaan masih berhutang. Saya sedang berjuang banget sekarang, membayar hutang dengan hasil jerih payah saya sendiri alias tidak lagi mengandalkan bantuan orang lain untuk membayar hutang.
Begitulah, curhatan singkat (atau panjang? haha) saya tentang bahagia dan ditagih hutang. Saat saya terlihat bahagia, bisa dilihat dari status fb saya, maka saat itu saya selalu menyiapkan diri untuk ditagih hutang. Ini nyata. Saya awalnya kaget, juga bercampur menggugat pada Tuhan, apa saya tidak pantas menjalani hidup yang bahagia, ketika masih punya hutang? Namun saya semakin bijak dalam menyikapinya. Saya tidak lagi marah, apalagi menggugat tuhan. Saya putuskan untuk lebih bersabar. Kemudian, mencari solusi terbaik untuk segera melunasi hutang. Bismillah, bi idznillah.
Pelajaran yang saya ambil, "Janganlah merusak kebahagiaan kecil seseorang. Bisa jadi ia bahagia bukan karena harta yang melimpah, namun sedikit bahagia karena sejenak melupakan beratnya kehidupan yang tengah dijalaninya."
Semoga Allah memberikan rezeki yang melimpah untuk orang-orang yang memberikan saya pinjaman. Semoga Allah juga memberikan rezeki yang cukup (kalau bisa cukup melimpah juga, haha) untuk saya dapat membayar hutang, segera terbebas hutang, dan hidup lebih mulia tanpa hutang. Allahuakbar!
Kenapa marah ketika di ingatkan tentang Hutang??
ReplyDeleteBukannya harus seneng..,karana hutang bisa menghalangi kita masuk surga..
Kenapa marah ketika di ingatkan tentang Hutang??
ReplyDeleteBukannya harus seneng..,karana hutang bisa menghalangi kita masuk surga..
Kenapa marah ketika di ingatkan tentang Hutang??
ReplyDeleteBukannya harus seneng..,karana hutang bisa menghalangi kita masuk surga..